Review Kelas: Persiapan Persalinan di RS YPK Menteng

Tidak cukup dengan mengikuti sekian kelas sebelum melahirkan, ketika RS YPK Menteng (calon RS tempatku melahirkan) mengadakan kelas persiapan melahirkan dg harga yg cukup murah, akupun tetap tertarik untuk ikut lagi, hitung-hitung update ilmu sebelum hari H, karena kebetulan memang saat itu kelas diadakan 2/3 minggu sebelum HPL.

Diampu langsung dengan bidan senior di YPK, di kelas yg cukup intim ini karena kami hanya berenam dg pasangan lain, ilmu yg diajarkan cukup singkat padat jelas, dan ternyata yg paling berguna adalah ilmu teknik mengejannya. Jika di kelas sebelumnya hanya mendapat ilmu tentang teknik nafasnya saja maka di kelas ini kami diajarkan teknik & posisi tubuh yg harus disiapkan saat mengejan, yaitu leher menunduk, dan terus dilipat ke dalam ke dada ketika ingin mengejan lebih dalam. Diiringi dengan teknik nafas yg harus panjang sekaligus dalam sekal tarikan, karena setahuku jika tidak dalam sekali nafas maka anaknya ketika crowning akan keluar masuk begitu ya? Dan tentu saja juga melelahkan untuk ibunya.

Berlangsung hanya selama 90 menit (kalau tidak salah), kelas ini menjadi cukup OK karena bisa ngobrol & curhat langsung akan ketidaktahuan kita tg persalinan langsung dg bidan yg sudah sering mengurus persalinan. Approved!

Memilih RS yang Mendukung Bumil

Jujur, jika tidak disarankan kakakku untuk belajar tentang gentle birth, maka aku nggak akan berjodoh dengan kelasnya mbak Imu di @birth.imwithu, maka rasanya akupun nggak akan tuh berkesadaran untuk mencari provider kesehatan yg menunjang kehamilan & persalinanku sesuai keinginan & kebutuhan aku & anakku.

Tapi karena aku Alhamdulillah berjodoh dengan kelas persiapan persalinannya mbak Imu, maka pasca kelaspun aku & mz zwm jadi lebih menimbang-nimbang tuh, apakah kami sudah cocok dengan obgyn & RS yg saat itu kerap kami datangi untuk kontrol?

Kalau perjalanan kami mencari obgyn sudah kuceritakan sebelumnya di sini ya. Namun lain hal lagi dalam perjalanan mencari RS. Buatku, RS nggak cukup hanya sekadar dekat, karena kalau ternyata jauh di hati gimana? *ngekngew

Jadi apa saja sih kriteriaku dalam memilih RS?

Yang jelas, pertama, pro ASI. Karena kalau pro normal itu lebih ke preferensi dalam memilih dokter, bukan memilih RS. Kedua, dokter & susternya OK, nggak? Karena kalau dokternya OK tapi RS & suster nggak OK, masih bisa kan ya pilih RS lain tempat dokter pilihan tsb praktek? Ahaha niat beudh~ Ketiga, antara harga dan fasilitas kamar yg didapat dibanding dengan plafon dari asuransi kantor, kalau yg ini ya gimana lagi ya, HAHAHA. Keempat, lokasi & jarak dari rumah apakah cukup terjangkau, jalanannya macet atau tidak, dll dll. Kelima, syukur jika dapet bonus semacam masakan RS yg enak, hihi. Oh, dan juga apakah RS-nya pro gentle birth atau tidak. Biasanya RS yg pro maka fasilitasnya pun akan memadai & mendukung gentle birth.

Maka perjalananku dalam memilih RS pun dimulai.

Yang paling dekat dengan rumah & sering aku datangi untuk kontrol sakit yg lain adalah RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, tapi langsung aku skip karena setahuku RS ini tidak pro normal maupun pro ASI. Hargapun tergolong premium, dan tidak ada obgyn yg sreg di hatiku di RS ini. Jadi akupun tidak mencari tahu lebih jauh tg kriteria lainnya.

Yang kedua adalah tempatku kontrol selama 8 bulan lamanya, RS OMNI Pulomas di Kayu Putih. Lokasi & jarak enak & mudah dijangkau. Dengan fasilitas asuransiku didapat kamar isi 3 pasien dg luas kamar yg cukupan, dan ketika aku survei pun kondisi bangsal ibu anaknya itu sepi, jd pikirku sikon di RS tersebut akan cenderung sepi pasien, jd mau sekamar bertigapun tak masalah. Hal baik lainnya adalah bangsal ibu & anak paska melahirkan di RS OMNI itu terpisah dg bangsal pasien berpenyakit, jadi aman~

Namun sayangnya RS ini semacam belum update sehingga terkesan tidak pro gentle birth, karena ruang bersalinnya adalah satu ruang besar, dg dua kasur untuk Kala 1 (observasi) dan satu kamar lagi di dalamnya untuk Kala 2. Ketika aku tanya tentang keinginan ABC terkait gentle birth, susternya tampak agak gagap & jawabannya cenderung diplomatis (tidak jelas mengizinkan atau tidak, seperti misalnya putar lagu, main gym ball, dll). Begitu pula untuk skill nakes & rasa makanannya aku juga nggak nemu review-nya, sangat minim nemu pasien yg pernah melahirken di RS ini melalui internet.

Incaranku selanjutnya adalah Kemang Medical Center/KMC, karena memang ada obgyn incaran juga di sana. Sayangnya kok ya juauh di Ampera sementara rumahku di Kelapa Gading, hahaha. Tapi aku bisa bantu me-review RS ini karena kok ya akhirnya aku merasakan rawat inap di KMC saat mastitis.

Dokter & nakes jelas OK, karena memang sudah terkenal seperti itu adanya. Makanan ya enak, tapi tidak seenak YPK sih kalau menurutku. Untuk kamarnya dg plafonku yg Rp 600 ribu ditempatkan di kamar entah kelas berapa, tapi sekamar berdua dan kamarnya besar, jauh lebih besar dari kamar YPK dengan kelas & harga yg sama, hahaha. Lebih enaknya lagi karena selama 5 hari aku ranap di KMC, hanya sendirian di kamar itu tapi kasur sebelah tidak dilipat, jd nyaman jg untuk suami istirahat kalau malam. Overall sih ya jelas, KMC sangat recommended.

Akhirnya pilihanku pun jatuh ke RS YPK Menteng untuk melahirkan, karena terkenal pro ASI & pro normal, akhirnya justru pilihan dokterku yg jadi fleksibel menyesuaikan dg RS yg kupilih. Selain itu YPK juga terkenal dg susternya yg OK, makanannya yg enak (beneran deh), dan ruang bersalin yg pro gentle birth.

Mereka punya satu ruang bersama Kala 1 berisi empat pasien dan dua ruang Kala 2, untuk persalinan biasa & gentle birth. Jadi ruangan yg untuk gentle birth ini memang sudah diset supaya lampu bisa disetting nyala redupnya, boleh putar lagu, boleh main gym ball & memang sudah disediakan, dan disediakan juga aroma therapy. Pokoknya betul-betul menunjang bumil yg ingin melakukan gentle birth.

Minusnya YPK hanya satu, dan rasanya memang susah sih jika ingin direnovasi karena turn over pasien yg tinggi, yaitu ukuran kamar yg kelewat kecil. Untuk kamarku yg berisi dua pasien, sungguh satu pasien itu cuma punya tambahan space di samping kasur kira-kira semeter, sebelahnya sudah langsung bilik pasien lain. Jadi sungguh repot jika ada tamu karena kamar yg kelewat sempit ini. Bahkan bisa dibilang, jatah luas kamar untuk dua pasien di YPK sama dengan jatah luas kamar untuk satu pasien di KMC yg sekamarnya berdua juga. Pusing nggak dengan penjelasan ini? HAHAHA.

Pas ranap di KMC sih sempet menyesal kenapaaa juga nggak lahiran di KMC, tapi kan ya nggak mungkin juga ya kontrol bulanan & mingguannya Kelapa Gading – Ampera melulu. Belum lagi jika di hari H kudu buru-buru ke Ampera yg notabene sering macet yg stress malah mz zwm nanti.

Overall sih tidak ada yg mengecewakan kok setelah ranap di YPK Menteng selama 8 hari. Persalinan & perawatan paska persalinan OK, dokter & suster OK, makanan OK, kamar not OK, hahahaha. Jarak & jalanan yg masih bearable untuk dilewati dari Kelapa Gading, pun tidak lupa aku afirmasi anak supaya lahir di jam malam saat tidak macet, meski dia lebih memilih untuk segera ke RS di jam magrib bubaran kerja, HAHAHA.

Jadi gimana buibu, sudah menentukan RS mana yg sekiranya akan mendukung rencana persalinannya?

Review Kelas: New Born Care & Breastfeeding di @bubaandbump

Baru sempat blogging lagi, kali ini mau review kelas dari @bubaandbump, yaitu kelas New Born Care dan kelas Breastfeeding. Dengan biaya investasi yang nggak murah, yaitu di Rp 350 ribu untuk pasangan, ini adalah dua kelas yang paling mengecewakan buatku, sorry 😦

Di kelas New Born Care yang diampu Grace Tan, dibawakan dalam bahasa Inggris dan mostly teori. Jadi di kelas yang pas kuikuti itu nggak ada tuh pratek membedong beneran per bayi, atau praktek memandikan dengan setiap pasangan diberikan boneka & bak mandinya, kami hanya dipinjamkan buku tutorial new born care, fotokopian, dalam bahasa Inggris, yang kalau mau kita bawa pulang bayar lagi Rp 50 ribu. Tidak ada snack sama sekali pun yang diberikan ke kami, hahahahaha. Inget ya, harga kelasnya Rp 350 ribu/pasangan. Bukan saya pelit sih, tapi realistis saja. Pun minim sekali interaksi dengan setiap pasangan.

Alhasil, nggak ada tuh ilmu yang kuingat dari kelas ini, HAHAHA, saking kzl dan bingung saja dengan gaya pelaksanaannya yang kurang optimal padahal mahal.

Di keesokan harinya, aku terlanjur mendaftar juga untuk kelas belajar ASI. Aku terkejut, karena pesertanya hanya aku bareng suami dan infleuncer yang dateng bersama ibunya. Padahal yang kubaca dari IG-nya @bubaandbump sih influencer ini memang diundang, jadi resminya peserta yang bayar & dateng hanya kami berdua saja, HAHAHAHAHApa-apaan dah.

Diampu oleh konselor laktasi Dr. Ameetha Drupadi, materinya bisa dibilang lumayanlah untuk kami yang buta tentang menyusui, tapi yaaa tetap kurang nendang sih, karena sebenernya mostly teorinya juga bisa ditemukan di Google. Ingat ya, bahwa menyusui itu nggak pernah segampang teorinya hahahaha. Apalagi saya, kudu mastitis dulu baru jago & lancar menyusui.

Singkat cerita, kedua kelas di @bubaandbump ini adalah kelas yang nggak kusarankan untuk diikuti, harganya mahal, teori melulu, dan teorinya pun sungguh umum bisa ditemukan di Google, huhuhu. Oh ya, dan materinya pun tak ada yang di-share ke e-mail, padahal kan bisa ya nanya e-mail peserta lalu di-share ke kami, tapi ya sutra~

Perjalanan Menemukan Obgyn yang Cocok

Dokter Budi Iman Santoso di YPK

Setelah memantapkan hati untuk pindah dokter di RS YPK Menteng, awalnya aku memasrahken akan ke dr.Yusfa lagi saja, karena setelah baca-baca (lagi dan lagi), beliau memang tidak banyak bicara saat kontrol jika janinnya tampak sehat-sehat saja, tapi kalau ada sesuatu pasti diinfokan segera saat kontrol. Sayangnya, pas kami ke sana ternyata beliau sedang tidak praktek karena sedang sakit demam berdarah, akhirnya cari dokter siapapun yg ada yg tampaknya OK, maka kami putuskan ke Prof. Budi ini.

Kesannya adalah, lha dok, mesin USG-nya kok tampak klasik banget? :’) Dokternya sendiri humoris, santai dg kekhawatiran kami menjelang persalinan dan berusaha menenangkan. Satu hal yang beliau temukan adalah umur anaknya dengan ukuran tubuhnya kok berbeda 2 minggu? Beliau langsung bertanya apakah aku salah hitung HPHT, seingatku sih nggak salah ya. Ditanya juga apakah tanggal mensku cenderung tidak teratur, nggak juga, hanya kecendrungannya maju seminggu dari bulan sebelumnya. Dari situ beliau nggak banyak bicara lagi, hanya catatan mengenai ukuran bayi itu saja yang perlu dicek di kontrol selanjutnya.

Dokter Andon Hestiantoro di YPK

Minggu berikutnya kami menelpon RS YPK Menteng dulu sebelum kontrol, dan ternyata dr. Yusfa masih belum praktek, jadilah aku mencaaari lagi dokter siapa yg sekiranya akan membantuku saat persalinan. Dapat info dari kakakku, bahwa temannya dulu sempat VBAC dengan dr. Andon, pertanda bagus sih ini kalau ada dokter pro VBAC, berarti beliau pro normal juga nih, maka kuputuskan untuk kontrol dengan dr. Andon. FYI, beliau juga katanya praktek di RS Hermina Jatinegara tapi dengan antrian pasien yg lebih banyak daripada di YPK.

Dengan dr. Andon kami juga menunggu agak lama, tapi karena memang setiap pasien yg datang konsultasi dengan beliaunya agak lama, sekitar 15-20 menit per pasien. Aku pernah iseng hitung & bandingkan antara pasien dr. Andon & dr. Yusfa perputarannya 1:4, hihihi. Begitupun pas aku kontrol, beliau cek USG detil betul, dan bener donggg beliau juga bingung kok antara ukuran anakku & usia kandungannya selisih 2 minggu, persis yang dr. Budi duga. Meski di USG berkali-kali tetap sama, selisih 2 minggu, umur kandungan sudah 38 minggu tapi kok badannya masih seperti bayi 36 minggu.

Jadilah kami dirujuk ke dr. Bambang Karsono, dewanya USG 4D ahahahaha, di Klinik Moegni, Menteng.

Singkat cerita, sampai H-1 pun kami masih tetap kontrol dengan dr. Andon, dan dengan kondisi bayi yg sehat-sehat saja tidak banyak yg dilakukan oleh beliau kecuali periksa dalam di H-1 dan diketahui bahwa anaknya sudah sedikit masuk panggul (masih H-2), lalu dilakukan CTG, hasilnya pun aman & kami diperbolehkan pulang malam itu, sampai akhirnya lahir setelah HPL+3.

Catatan positif kami saat persalinan dengan dr. Andon adalah, meski lama menunggu beliau datang ke RS (huhuhu, jadi lama juga nahan mulesnya) tapi beliau adalah dokter yg dengan baik & sabar mau menunggu momen ngedennya pasien datang, tidak terburu-buru, bahkan beliau juga bersedia jadi pijakan (tendangan) kakiku pas lagi kontraksi puncak, hahahahaha. Kurang lebih 45 menit waktu persalinan dengan beliau sampai akhirnya anakku lahir, dan kemudian dilanjut dengan acara jahit-menjahit, yg mana bukannya aku fokus dengan IMD tapi malah menghayati rasanya dijahit, HAHAHA KZL YHA.

Kesimpulannya: dr. Andon is approved!

Catatan tambahan:

Dokter Bambang Karono di Klinik Moegni Menteng

Well, sebenarnya sih beliau juga praktek di YPK tapi antriannya gak keruan euy~ bisa selang 1 bulan ke depan, padahal dr. Andon butuh hasil USG-nya segera karena sudah mepet lahiran, dan untungnya slot periksa dengan beliau di Klinik Moegni jauh lebih masuk akal.

dr.  Bambang teliti banget pas cek USG, semua diperhatikan betul, bahkan dilakukan berkali-kali, karena beliau juga setuju dengan adanya selisih antara ukuran bayi dengan umurnya, tapi disimpulkan bahwa ya memang tubuh anaknya yang mungil. Sudah cukup ukuran untuk dilahirkan sih, tapi kalau mau lebih digemukkan lagi ya bisa banget. Lucunya, di Klinik Moegni ini wajib bayar jasa beliau dengan cash, pas itu aku habis sekitar Rp 800 ribu karena hasilnya berupa foto USG 3D saja, karena muka anaknya jelas sudah tidak bisa kelihatan karena sudah masuk panggul. Berbeda jika muka anaknya masih bisa terlihat maka yang akan ditagih adalah Rp 1,1 juta (kalau gak salah) karena yg dicetak adalah foto USG 4D juga.

Review Kelas @griyaibusehat: Prenatal Yoga

AKHIRNYA! Sempat menulis lagi setelah lahiran, ahaha. Kali ini mau review kelas persiapan persalinan lain yg sempat diikuti bersama suami ya!

Masih tetap dalam rangka menyiapkan diri sebaik mungkin saat hamil, aku juga berinisiatif mengikuti kelas prenatal yoga, dan maunya yg berpasangan dg suami, krn suamipun suka dg yoga, dan memang sebelum aku hamil kami rajin ikut yoga bersama. Setelah mencari-cari, akhirnya nemu di Sunter, yaitu Griya Ibu Sehat dg mbak Felicia sbg pengajarnya, yg mana beliau jg adl eks bidan yg sekarang menjadi seorang doula.

Awalnya dalam bayanganku prenatal yoganya itu ya akan dilakukan beramai-ramai, full beryoga seperti kelas yoga pd umumnya, hanya gerakannya sj yg berbeda. Namun ternyata di Griya Ibu Sehat ini berbeda.

Enaknya, kelasnya bisa dibilang cukup privat, pesertanya maksimal 2 pasutri. Di kedatangan pertama kami diajarkan singkat tg proses persalinan dan jenis-jenis nafas yg dibutuhkan selama hamil & persalinan plus alternatif posisi persalinan, baru kemudian diajak yoga, lalu ada simulasi mengejan saat persalinan sembari melatih nafas yg baik & benar, karena memang proses mengejan saat persalinan itu fatal jika tidak dilakukan dg baik & benar.

Setiap kelasnya bisa berlangsung hingga 2 jam, karena memang jg sambil ngobrol & istirahat jika dirasa tubuh bumilnya kelelahan. Agenda kelasnya selalu sama, doa di awal & akhir kelas dan berbicara dg janinnya, yoga, simulasi persalinan, kemudian ditutup dg yoga lagi utk relaksasi di akhir.

Yang menyenangkan dr kelas bersama mbak Felic di Griya Ibu Sehat ini adalah kita diajarkan & dipandu betul tata cara posisi dan pernafasan yg baik & benar. Memang sih, bernafas itu kegiatan sepanjang hidup, tapi ternyata untuk nafas panjang & dalam memang tidak bisa dilakukan tanpa latihan.

Untuk proses mengejan, diajarkan nafas panjang & dalam dg durasi hingga 20 hitungan. Fyi, itu nggak gampang, karena kebiasaan kita sehari-hari yg hanya bernafas pendek-pendek, maka untuk bisa melepas nafas agak lama itu ternyata susah.

Anyway, buatku mengejan tanpa ada sesuatu yg ingin dikeluarkan itu agak susah juga sih ya 😂

Belum lagi “dipaksa” senyum karena mindset-nya yg dibuat bahwa dengan mengejan itu berarti kita sedang membantu tubuh kita & bayi agar bisa segera bertemu, jadi kita wajib berbahagia.

FYI, SENYUM SAAT KONTRAKSI ITU TERNYATA JUGA NGGAK MUDAH YA, HAHAHAHAHA.

Untuk buibu yang mau tahu apa saja jenis nafas yg diajarkan mbak Felic bisa dibaca di sini ya. Untuk yg penasaran & ingin ikut kelasnya di Metro Kencana, Sunter, silakan cek IG mereka di @griyaibusehat.

Good luck!

Tips & Trik Belanja Keperluan Bayi

Kehamilan adalah satu fase hidup yang bisa dan memang menyita banyak banget waktu, energi, & pikiran yekan. Bahkan untuk kegiatan menyenangkan macem belanja keperluan bayinya pun, bagiku, menyita perhatian banget. Karena tentu saja, nggak mau asal beli padahal harga juga nggak murah. Meski yang murah belum tentu jelek dan yang mahal belum tentu nggak murahan 😛

Aku sendiri adalah tipe yang kebetulan kemarin ini sabar betul dalam menahan keinginan belanja. Selain keduluan oleh eyangnya anak, akupun selow saja belanja di usia hamil yang sud menjelang 8 bulan.

Lalu memang apa saja yang kulakukan untuk menyelesaikan pembelian daftar belanjaan perlengkapan bayi secara sabar & bertahap?

1. Buat Daftar Produk Belanjaan

Jelas, ini adalah tahap pertama yang paling penting. Mendata apa saja yang dibutuhkan untuk anak & ibu, apa saja yang dibutuhkan sebelum persalinan, saat persalinan, dan sesudah kelahiran, lalu dipilah lagi, misal setelah kelahiran itu selain pakaian bayi tentu saja, biasanya juga ada perlengkapan mandi & tidur anak, perangkat menyusui, dan juga printilan lain sesederhana mainan.

Nah untuk tahu apa saja yang kurasa perlu & penting di beli sejak sebelum persalinan bisa dicek di sini. Kalau ada barang yang sekiranya buibu kira akan temukan di daftar tapi tidak ada, seperti stroller, crib, bantal guling, dll, adalah karena menurutku nggak perlu disiapkan dari sekarang, atau bisa disewa, atau memang karena nggak berniat punya karena nggak berniat kupakaikan ke anak, hehe.

Nah dari sekian banyak daftar produk tadi, masih bisa dipilah lagi, mana yang bisa dibeli online dan tidak, atau perlu melihat secara offline dulu tapi belinya tetap online. Bebas, yang mana saja yang ternyaman untuk buibu.

2. Baca Review Kanan Kiri Kanan Kiri

Iya literally kanan kiri kanan kiri karena akupun pas cari review produk incaran nggak cukup 1-2 kali saja. Mulai dari forum, blog, ataupun memang paid promote di web tertentu, semua kujadikan bahan pertimbangan ‘tuk beli.

Review buibu, disandingkan dengan harganya, nah akan semakin logis tuh, karena memang harus diakui, ada harga ada kualitas itu somehow juga benar adanya yekan.

Jadi kalau misal nemu fakta bahwa produk X banyak yang cocok, oh ya wajar karena ternyata harganya pun premium jadi kualitasnya ya bisa banyak diterima oleh banyak orang. Dari situ bisa kita jadikan bahan pertimbangan lagi kan apakah masuk budget atau tidak.

3. Survei Harga Online

Meski buibu berniat beli produknya secara offline, kusaranken tetap survei harga dulu secara online baik di web resmi produknya (kalau ada) maupun di Tokped, Shopee, tororo.com, dan sejenisnya.

Fungsinya supaya punya gambaran saja dulu harganya sebenarnya sekitar berapaan sih? Web resmi bisa jadi lebih mahal, tapi bisa juga lebih murah kalau mereka punya official store di tokped, shopee, dll. Beberapa toko online yang kulak di tokped dkk juga kadang suka lebih murah lho!

Kalau perlu buat tabel perbandingan, produk A isi sekian, di tokped harga sekian, di shopee harga sekian, dst dst, jangan pernah capek survei pokoknya! 😂

4. Main (dan Belanja) Langsung ke Toko

Sudah ada daftar belanjaan beserta merek incaran & perkiraan harga secara online? Nah, kalau ada toko perlengkapan bayi yang terkenal murah di sekitaran buibu, silakan berangkat ke TKP dengan bawa daftarnya. Nggak perlu malu untuk hanya sekadar tanya harga per merek untuk dibandingkan & catat-catat.

Kapan sebaiknya beli di toko offline? Jika harganya lebih murah/hanya selisih sedikit (kira-kira senilai ongkir kalau beli online), jika model/desainnya susah ditemukan kalau beli online, jika ukuran & berat produk nggak merepotkan/beresiko untuk kita bawa pulang ke rumah, jika jenis barangnya memang lebih meyakinkan dibeli jika kita sudah cek kondisinya dulu (misal: stroller).

Kapan sebaiknya beli online? Jika ongkir & promonya lumayan, jika bisa menemukan 1 toko yang menyediakan beberapa barang incaran sekaligus supaya hemat ongkir, jika ukuran & berat produk masih cukup sesuai dengan ongkir yang kita bayar demi kenyamanan (tidak repot/beresiko dibanding membawanya sendiri), jika jenis barangnya tidak perlu pengecekan lebih dulu.

Aku sendiri kemarin proporsi belanjanya lebih banyak (1) online, (2) di Fany Baby ITC Kuningan, dan (3) di Audrey Baby Shop di ITC Cempaka Mas.

Untuk online mayoritas beli di Tokopedia, karena memang aku pembeli setia banget sejak lama 😂 Paling nyaman dengan layout mereka, dan karena sudah jadi Gold User jadi voucherku pun banyak~ 🙌

Untuk toko offline aku lebih nyaman berbelanja di Fany Baby. Kenapa? Harga sudah jelas dari awal dan memang lebih murah, merek yang lebih beragam, tidak ada mbak-mbak yang dedicated buat kita, somehow ini buatku lebih nyaman sih. Jadi setiap mbak di masing-masing area yang akan langsung pul barang kita di kasir gitu.

Sedangkan kalau di Audrey Baby Shop itu harganya masih tergantung ownernya lagi dikasihnya berapa, dan kayanya semakin banyak yang dibeli jadi lebih murah. Aku sih kurang suka sistem begitu karena justru jadi nggak jelas ya harga aslinya di berapa. Selain itu pas ke Audrey beberapa kali minta merek pembanding itu nggak tersedia, jadi males aku tuh~

5. Belanja Online

Nah, kalau ternyata setelah nyatet, cek review, survei, dan kelar belanja offline masih ada aja barang yang belum kebeli & memutusken ‘tuk beli online, jangan buru-buru juga.

Tahu sendiri dong kalau tokped dkk itu hobi betul ngadain promo macem flash sale, voucher cashback, sampai mother & baby fair online yang kebetulan sempet aku rasain juga sekitar bulan Maret kemarin. Lemayan bangat!

Nah jadi kuncinya mah tetap sama: rajin survei untuk bandingken harga, jangan lupa termasuk ongkir & promonya juga dibandingken, dan sabar nungguin kali-kali mereka ngadaken sale yekan.

Semouga, dengan tips trik belanja perlengkapan bayi (dan juga ibunya tentu saja) yang lemayan panjang ini bisa cukup membantu buibu untuk berhenti bingung mikir, “Kudu beli apa & mulai dari mana nih?” dan tentunya membantu menghemat budget belanjanya. Amen!

Review Kelas @birth.imwithu: Kelas Persiapan Persalinan

Seperti yg sudah kuinfokan di post sebelumnya tg review kelas @momikologi bahwa pada dasarnya memang aku seneng sinau, nah kelas kedua yg kuikuti semasa hamil adalah Kelas Persiapan Persalinan bareng @birth.imwithu.

Berangkat dari saran kakak yg sempet trauma dg 28 jam persalinan anak pertamanya, lalu mengikuti kelas gentle birth di persalinan kedua, maka akupun juga langsung cari-cari info kelas serupa, meski saat itu usia hamilku masih… 5 bulanan, sementara pasutri lain rerata sud 8 bulanan ✌️

Kelas kali ini dilaksanaken seharian di @rumah.dandelion di Lebak Bulus, yg jawuhhh dr Kelapa Gading, makanya kubelain nginep di sekitaran Lebak Bulus dan di usia hamil yg sedang prima-primanya jadi supaya nggak capek di perjalanan yekan.

Kesimpulan pertama dari kelas ini: memuaskan, sungguh. Kelas terbaik selama kehamilan ini. Worthed dengan biaya investasinya di Desember 2018 adalah Rp 1.5 juta/pasangan, yg mana kamu akan dibuat melek tg ilmu kehamilan & persalinan, diajak praktek beberapa tips & trik untuk mengoptimalkan tubuh saat persalinan juga, dan bonus maksi yg kelewatan ngenyangin & snack sepanjang hari, karena prinsipnya adalah anti lapar lapar club. Maklum, ibu hamil 😆

Di kelas ini juga aku merasakan betul telah berhasil belajar bareng mz zwm & bikin doi melek & mau sinau juga tg pie itu kehamilan & persalinan yg baik & benar.

Jadi memang apa aja sih yg diajarken di kelas ini?

Dibagi jadi 3 sesi, yg pertama adalah tentang mind, soul, & body. Di mana kita diajak memahami bersama filosofi gentle birth agar baik pikiran, perasaan & tindakan kita sesuai & akhirnya berhasil mendukung untuk prosesi ini. Apa yg sebaiknya kita pikirkan, dengan keinginan/perasaan seperti apa yg kita inginkan terjadi selama hamil & persalinan, dan bagaimana tubuh kita akan merespon & apa yg harus kita lakukan supaya direspon tubuh dg baik & benar, diinformasikan di kelas ini.

Kemudian di sesi kedua, diajarkan tentang hal-hal menyangkut persalinan. Seperti hormon yg pro & kontra terhadap proses persalinan yg baik & benar itu apa saja, tanda-tanda persalinan itu apa & bagaimana, kontraksi itu kaya apa sih (ini penting untuk buibu yg clueless! 😂), tahapan persalinan, posisi melahirkan -karena ternyata nggak melulu berbaring yg sebenarnya justru kurang disaranken-, dan mungkin yg paling favorit untuk pakbapak adalah informasi kapan sih sebaiknya segera ke RS?

Sebagai buibu clueless yg mostly pada suka parnoan, kapan sebaiknya ke RS ini menjadi info yg sangat penting. Ternyata, pembagian waktunya dibagi jadi 3, yaitu kontraksi 4-1-1, kontraksi 7-40-2, dan jika mengalami KPD atau Ketuban Pecah Dini.

Pertama, kontraksi 4-1-1, jika kontraksi terjadi tiap 4 menit sekali dg durasi 1 menit, sudah berlangsung teratur selama 1 jam, & jarak rumah-RS dapat ditempuh dalam 1 jam.

Kedua, kontraksi 7-40-2, yaitu jika kontraksi terjadi tiap 7 menit sekali dg durasi 40 detik, sudah berlangsung teratur selama 2 jam, & jarak rumah-RS dapat ditempuh dalam 2 jam.

Ketiga, jika mengalami KPD, maka harus segera ke RS karena biasanya persalinan akan terjadi dalam waktu 24 jam ke depan, dan gerakan Ibu harus dibatasi & hindari kontak langsung dg vagina agar tidak infeksi. Namun ingat, bahwa meski mengalami KPD bumil tetap boleh makan & bahkan harus banyak minum.

Sesi terakhir, diajarkan tg 3 kunci persalinan yg sadar & sehat, yaitu bergerak aktif, bernafas teratur & benar sesuai kebutuhan sikonnya, dan santai. Ilmu terpenting di sesi ke-3 ini menurutku adalah tg bergerak aktif, mengingat persepsi yg berkembang selama ini adalah menunggu persalinan itu ya hanya dg berbaring sambil menahan sakit saja begitu, padahal sebaliknya, justru dianjurkan untuk banyak melakukan gerakan yg dapat membantu ibu maupun anaknya dalam mengoptimalkan fungsi tubuhnya untuk proses persalinan yg sadar & sehat.

Nah, dari sini jugalah saya kemudian semakian niat untuk mencari kelas prenatal yoga demi memaksa diri untuk bergerak aktif selama hamil, sekaligus belajar berbagai jenis teknik pernafasan yg penting untuk kehamilan & persalinan.

Gimana buibu, jadi tertarik jugakah dengan apa itu gentle birth? Sebenarnya pun sekarang sudah banyak penyelenggara kelas sejenis, dan tentu saja buibu boleh cari tahu lebih lanjut tg kelas miliknya @birth.imwithu ini yg biasanya ada di area Tangerang, Jaksel, dan Bekasi.

Semoga kita semua terus dilancarken proses kehamilan & persalinannya nanti yes, dan harap tunggu review kelas lain yg kuikuti juga semasa hamil yes 🙌

Review Kelas @momikologi: Get Ready to be A Mom!: Psychological Prenatal Preparation

Pada dasarnya aku tuh suka sinau kan ya, dan hamil ini jadi salah satu alasan untuk asyik sinau bab ina inu terutama bab kehamilan. Prinsipku sih, selama ibunya nyaman ya bayinya aman. Insya Allah. Jadi sisanya dipikir secara logika saja sudah, tanpa kudu takut kepikir mitos dan lainnya~

Nah, karena suka sinau, dan salah satu isu terbesar yang langsung kupikirkan di awal hamil itu adalah isu kesehatan mental, maka kelas pertama yang kuikuti adalah justru Get Ready to be A Mom!: Psychological Prenatal Preparation dari @momikologi pada Desember lalu di acara IMBEX yang nge-hits itu. Dan sejauh ini kalau ikut kelas selalu ajak mz zwm! Kudu mau kudu bisa kudu melu sinau pokmen! 💪♥️

Kesehatan mental itu penting & perlu diketahui, diwaspadai, disinaui, dan dijaga, buatku. Jadi setidaknya kalau (amit-amit) mengalami, tidak akan denial dan secara sadar mengalaminya, agar bisa berusaha untuk menerimanya sampai akhirnya selesai. Aamiin!

Yang paling umum diketahui kan adalah baby blues ya, tapi ternyata ada perbedaan antara baby blues (BB) dengan PPD atau Post-Partum Depression, lho. Baru tahu pun~ Dan nggak cuma sampai PPD saja, tapi juga ada Post-Partum Psychosis (P3) dan Post-Partum Post-Traumatic Stress Disorder (P3TSD). Whoaaa~ 😐 Eh iya, itu singkatan kubuat sendiri sih, bahahaha ✌️

Jadi kalau BB itu rentang waktu kejadiannya adalah 0-2 minggu pasca melahirkan, sedangkan PPD adalah di atas 2 minggu pasca melahirkan. BB ini lebih umum terjadi dan penyebab utamanya adalah hormon. Kalau bicara hormon dan wanita, YA SUDAHLAH YHA~

Nah kalau sudah BB apakah pasti PPD? Jika BB tidak tertangani dengan baik & tuntas maka berpotensi menjadi PPD. Di tahap ini kalau sudah sadar mengalami PPD baiknya ya segera berkonsultasi ke psikolog sebelum berlarut-larut dan naik level jadi P3 atau P3TSD.

Apa beda antara yang kedua terakhir ini? Kalau P3 penyebabnya adalah hormon dan kemungkinan sebelumnya sudah ada riwayat gangguan psikologis, gejalanya muncul kira-kira 1 minggu pasca melahirkan. Solusinya? Selain ke psikiater untuk diberi obat, ibu juga sebaiknya dipisahkan sementara dari bayi dan tentu saja karena mengonsumsi obat maka wajib berhenti menyusui sementara.

Terakhir adalah P3TSD, penyebab utamanya adalah pengalaman traumatis selama kehamilan & saat persalinan dan gejala akan tampak muncul mulai 1 bulan pasca melahirkan. Jika berada pada tahap P3TSD ini baiknya ibu segera konsultasi ke psikolog agar dilakukan terapi kognitif, emosi, dan perilaku.

Nah, tapi ternyata, ada juga gangguan psikologis yang bisa dirasaken langsunggg setelah melahirken: antara anxiety, obsessive, atau compulsive. Penyebabnya adalah hormon dan riwayat gangguan psikologis. Apa yang harus dilakukan? Segera cari psikolog sih untuk terapi dan somehow ada yang butuh obat juga.

Lalu apa yang paling penting untuk membantu mencegah, mengobati itu semua? Support system! Terutama jelas, swami. Lalu orang tua & mertua, saudara, hingga keluarga dekat, diharapkan kesemuanya mau, mampu, dan sadar diri agar keberadaannya bermanfaat positif untuk mendukung bapak-ibu baru.

Jadi pakbu, perlu banget sih eym untuk mengedukasi diri sendiri dulu, sebelum dihajar mitos dan perkataan ucapan toxic dari kanan kiri seputar kehamilan, persalinan, sampai nanti bab ngurus anak. Prinsipnya: Kalau nggak ikut bayarin ngurusin keperluan anak, abaiken! 💁

Overall, kelas dari @momikologi kemarin secara konten cukup OK, karena mereka kasih cetakan materinya ke peserta! Nggak cuma presentasi ngomyang dan kami diharapkan mencatet. Tapi untuk harga Rp 180.000/couple, jam pelaksanaan yang ngaret banget (mungkin karena padat jadwal di IMBEX), tidak ada makan minum tersedia, dan goodie bag yang diberikan juga sekadar formalitas, rasanya agak berlebihan sih. Tapi nggak kapok kalau misal ada topik menarik lain yang bisa kuikuti, @momikologi cukup kompeten kok dengan isu kesehatan mental ibu & keluarga sebagai konten utamanya ♥️

Lih-pilih Dokter

Sampai sekarang, sampai sepuluh tahun lagi pun rasanya masih akan tertawa kalau harus mengingat pagi itu. Jam enam pagi, bangunin mz zwm (iya ini adalah caraku menulis panggilan untuk mas suami), sambil pegang testpack bergaris dua setelah tujuh bulan menikah, “Adik positif!”, yang hanya ditanggapi dengan mengintip sambil setengah terbangun, “Whoa. Yey!”. La-lu do-i ti-dur la-gi. Akupun santai lanjut buat sarapan dan bersiap seperti biasa.

Hari itu adalah tanggal tua, dan sudah disepakati, “Ke dokternya nunggu gajian, yak!”, maka jadilah setiap akhir bulan ada agenda baru: kontrol ke RS. Namun kenyataannya tidak semulus itu. Akibat parno, dalam waktu satu dan dua minggu ke depannya sudah ke dokter lagi, HAHAHAHAHA. Seminggu pertama karena flek, dua minggu kemudian karena flek juga tapi aku putuskan untuk coba pindah dokter.

Jadi kontrol pertama kali adalah ke Dr. Stella di RS Mitra Keluarga (MK) Kelapa Gading yang femez itu. Beliau sudah jadi dokterku sejak lama karena dulu ada beberapa kali keluhan semacam keputihan dan mens yang nggak kunjung selesai. Tapi urung lanjut ke sana lagi karena antri terlalu lama sementara waktu konsultasi di dalam yang cukup singkat, dan tentu saja, karena mahal :)) Kan kudu cerdas yaaak dalam menghabiskan plafon pengobatan dari kantor. Zaman single sih di akhir tahun dihambur-hamburkeun di dokter gigi, tapi sekarang beda~

Lalu mutusken ‘tuk pindah RS karena nemu rekomendasi di IG, Dr. Stefani Nindya di RS OMNI Pulomas. Kesan pertama ketemu beliau adalah vibe-nya enak banget, ramah & menyambut dengan bahagia, hahaha. Beliau adalah dokter yang nggak terlalu ribet, tidak banyak pantangan, tidak gampang kasih obat, pokoknya cocok untuk buibu yang selaw.

Sampai sekarang usia kehamilan sudah di 33 minggu, anak sudah coba 4 dokter, yang lainnya adalah Dr. Yuditiya Purwosunu, pas USG 4D pertama di usia… 13/14 minggu untuk cek apakah ada bakal kelainan/DS atau kekurangan lainnya, dan hamdalah, aman! Dokter yang dicoba terakhir adalah Dr. Yusfa yang femez itu di RS YPK Menteng. Penasaran banget sama RS YPK Menteng karena katanya semuanya paket lengkap, baik dokter, suster, maupun makanannya enak semua, hahahaha! Tapi setelah coba kontrol sekali ke beliau, mungkin karena juga pas sedang terburu-buru karena pas itu hujan jadi Dr. Yusfa dateng telat dan pasien terlanjur numpuk, kesan pertamanya jadi tetep kurang sreg, akhirnya ya balik lagi ke Dr. Stefani deh.

Toh ya anak yang akan memilih jodoh dokternya ya, jadi kalau ternyata nanti pas hari H dia pilih beda dokter/RS lagi, silakan sajalah, nak, ya! :))