Nonton Dulu, Lahiran Kemudian

OK. Bicara tentang proses lahiranku yg lewat 3 hari dari HPL. Fyi, HPL-ku juga dihitung berdasar kehamilan 40 w ya, bukan 38 w.

Anakku terhitung mungil ukurannya, di 38 w dia masih dianggap oleh USG sbg janin umur 36 w krn beratnya hanya 2,6 kg. 2 minggu berikutnya setiap kontrol di hari Selasa pun beratnya hanya naik tipis sekitar 2,7 kg. Fyi, 2,7 kg itu beratnya di H-1.

Sebagai ibu baru mendapati ukuran anak mungil begitu wajib santai tanpa khawatir. Coba lihat, apakah memang riwayat keluarganya begitu juga? Krn aku sendiri lahirnya dl jg gak sampai 3 kg. Lagipula berat 2,7 kg sudah tergolong cukup lahir meski memang tidak sesuai standar KMS. Namun di luar itu semua kondisi kesehatan janinnya bagus kok, jd ya santai saja, sambil tetap makan es & manis jika memang ingin mengejar berat badannya supaya agak naik sedikit. Lemayan kan, jd punya alasan njajan terus 😆

Tibalah di HPL-nya Boy di hari Minggu, 21 April. Nggak ada tanda menjelang persalinan sedikitpun, dan kami tetap santai.

Apa saja memang tanda menjelang persalinan? Pada umumnya sih ada yg mendadak diare/BAB lebih sering, keluarnya sumbat hamil yaitu lendir dg bercak darah, dan pastinya kontraksi yg semakin rutin & teratur dg rumus seperti ini:

Pertama, kontraksi 4-1-1, jika kontraksi terjadi tiap 4 menit sekali dg durasi 1 menit, sudah berlangsung teratur selama 1 jam, & jarak rumah-RS dapat ditempuh dalam 1 jam.

Kedua, kontraksi 7-40-2, yaitu jika kontraksi terjadi tiap 7 menit sekali dg durasi 40 detik, sudah berlangsung teratur selama 2 jam, & jarak rumah-RS dapat ditempuh dalam 2 jam.

Aku sendiri baru merasakan kontraksi hari Rabu, 24 April siang, pas baru masuk bioskop untuk nonton Avengers: Endgame. Sepanjang film aku sambil sibuk buka aplikasi Kontraksi Nyaman dari @bidankita. Ternyata pola kontraksiku sudah langsung 4-1-1! HAHAHAHA. Tapi ya gimana, dapet tiket Avengers-nya susah euy, jd kutahan kunikmati sabarrr sampai film selama 3,5 jam selesai.

Selesai nonton di Kuningan langsung minta mz zwm ke YPK, mo-to-ran, di jam bubaran kantor sekitar setengah enam sore. Ntaps yaaa, kontraksi sambil macet~ Rencananya cm mau cek bukaan berapa, kalau masih kecil mau balik rumah dl.

Masuk ke ruang Kala 1, dicek baru bukaan 1 katanya. Maka kuajak main gym ball & ditinggal mz zwm beli dinner. Somehowww, selama main gym ball rasa nyerinya makin ngawur & gak bisa nahan njerit 😂 Sampai bidan senior di luar ruangan bilang, “Itu mah kayanya dah bukaan 5 deh”, padahal hanya selang 10-15 menit sejak bukaan 1 tadi. Karena nyerinya makin jadi, akupun dipindah ke ruang Kala 2, sekitar jam 7 malam.

Singkat cerita, akhirnya dr. Andon datang sekitar jam 9 lewat. Selama menunggu itupun sebenarnya bukaan sudah lengkap, anak sudah turun & ketuban sudah pecah. Jadi keinginan mengejan sebenarnya sudah ada sejak lama tapi terpaksa ditahan demi nunggu dokter :’)

Bermodalkan ilmu nafas & mengejan yg kutahu, tetap butuh beberapa kali usaha untuk akhirnya bisa melahirken. Kayanya… lebih dr 5x mengejan ada sih. Teknik yg kupakai adalah hirup nafas perrrlahan supaya bisa panjang & dalem kemudian dihembuskan perlahan & dalem jg sekuat tenaga sambil leher menunduk mendorong dagu ke dada.

Akhirnya jam 10 malam tepat anak lahir. Berat badannya gimana? 3,070 kg lho! Ini membuktikan bahwa BBJ dalam USG itu memang gak bs dianggap akurat tp jg memang ga utk diremehkan, cukup sbg acuan perkiraan saja.

Dan lahiranku adalah HPL+3 dg munculnya pertanda baru di jam 2 siang, lahir di jam 10 malam. Aku tidak mengalami yg namanya diare/sering BAB, tidak ada lendir darah yg keluar juga. Jadi emang kelahiran itu gak bisa diperkirakan ataupun dibandingkan dengan orang lain untuk kemudian kita jadikan acuan mutlak.

Sabar dan percaya saja dg tubuh ibu & bayinya ya, agar masing-masing punya ceritanya sendiri ♥️

HPL-nya Kok Berbeda?

Gak inget sejak kapan, bahwa prinsipku HPL itu hari perkiraan lahir. Jadi emang ga pernah terlalu peduli dg HPL menurut HPHT ataupun USG, krn emang cenderung berbeda.

Yaiya, lha wong sepengatahuanku ya, berdasar pengalaman sendiri sih, HPHT itu kan berdasar rumus hitung-hitungan ya, yg mana kadang kita sendiri gak bener-bener inget hari pertama haid terakhir itu kapan? (Karena syok sendiri dg kenyataan tetiba hamil, LOL). Sementara HPL berdasar USG itu mengacu ke ukuran bayinya, yg diharapkan perkembangannya ideal jd yah~ HPL-nya sejalan miriplah dg HPHT. Poin ke-2 di atas itu aku alami sendiri, dg perbedaan usia janin sampai sekitar 2 minggu.

Jadi, memasuki bulan ke-9 somehow kami merasa gak cocok dg obgyn-nya Boy selama ini (Siapakah? Bisa dirunut sendiri di tulisan sini ya, hehe), lalu memutusken untuk pindah kontrol ke RS YPK Menteng dg dr. Andon (keputusan memilih obgyn ini sendiripun akan ditulis di beda tulisan lagi yes).

Kontrol pertama ke dr. Andon kami agak kaget semua, krn tetiba terhitung usia janin baru 36 w, padahal pas itu harusnya sudah 38 w. Dilakukan USG berulang, hasil tetap sama, sekitar 36 w, tapi di luar itu kondisi kesehatannya tetap OK, hanya usianya saja nih yg mengganjal.

Kenapa mendadak janin jd lebih muda? Krn ternyata ukuran janinnya yg mungil, jd terbaca oleh USG masih seukuran janin umur 36 w. Yaaa, mesin USG kan disetting berdasar ukuran ideal lah ya.

Untuk memastiken, aku dirujuk ke dr. Bambang Karsono, dewanya USG 4D 😂 enak banget USG dg blio, detil & berulang-ulang. Hasilnya? Emang anakku yg mungil, di umur 38 w beratnya masih 2,6 kg saja.

Selang beberapa minggu sampai di 40 w, anaknya masih anteng. HPL dia harusnya di hari Minggu, tp krn ya Minggu & gak ada tanda apapun, kami selow saja sih, dan memutusken tuk tetap kontrol rutin di Selasa.

Ternyata oh ternyata 24 jam setelah kontrol, anaknya lahir 😂 dan aku baru mulai ngrasain tanda-tanda itu di jam 2 siang hari lahirnya.

Kesimpulannya? HPL itu jangan terlalu dijadiin patokan sampai dipikirin banget buibu. Selama rutin kontrol & ga ada kekhawatiran apapun, tetap selow & berusaha menginduksi alami anaknya. Sebab makin stres mikir kapan lahiran, anaknya makin menolak lahir 😆

Lagipula, kenapa terburu-buru lahiran sih? Bakal jadi jarang tidur lho! 😂

Waspadai Pelemahan Otot Dasar Panggul

Seringkali kita mendapat info bahwa lebih enak lahiran normal daripada caesar, supaya bisa cepat pulang ke rumah & beraktivitas lagi. Tapi kenyataannya apakah semulus itu? Untuk aku sih… nggak 😂

Setelah persalinan normal selama 3 jam saja, aku malah terpaksa stay di RS sampai 8 hari, adalah karena gak bisa pipis spontan. Untuk aku yg hobi minum dan suka pipis, itu menyedihkan banget, huhuhu.

Kok bisa? Setelah ngobrol dg dr. Alfa di RS YPK yg merupakan obgyn sub-spesialis uroginekologi, aku ini sedang mengalami pelemahan otot dasar panggul. Faktornya apa saja memang? Yang aku alami sih adalah persalinan normal, BB anak 3 kg, dan sepertinya juga karena proses persalinan kala 2 yg lebih dari 1 jam.

Maka jadilah otot dasar panggulku melemah, yg bisa berakibat gak bisa pipis spontan seperti yg kualami, atau justru gak bisa kontrol keluarnya pipis dan/atau BAB, dan terburuknya adl turun peranakan. Jadi rasanya persis seperti sedang ISK tapi lebih parah. Pipis sudah diujung, terkumpul, tapi kamu gak mampu bukain pintunya untuk keluar. Mau disugesti seperti apapun teup gagal 😢

Solusinya adalah selama 8 hari itu aku berbuntut kateter, minumku pun dikontrol jumlah & jam konsumsinya. Kateteran gak enak bat~ bayangken aja ada selang dg ganjalan di mulut vagina yg kudu dibawa ke mana saja. Mau duduk, berdiri, tidur, serba gak nyaman. Selain itu aku jg dikasih obat untuk menguatkan kerja otot, dan alhamdulillahnya obat ini sukseisss bekerja dg bukti bahwa akhirnya di hari ke-8 aku di RS sudah bisa pipis sendiri.

Gimana cara menghindari pelemahan otot dasar panggul ini? Mudah. Senam kegel saja rupanya! Namun memang harus diakui bahwa isu pelemahan otot dasar panggul ini terabaikan olehku selama masa kehamilan, bahkan gak pernah mendengarnya sekalipun.

Untuk buibu yg mau menghindarinya, rajin-rajin senam kegel saja yes! Gimana sih cara tahunya kalo senam kegel kita sudah dipraktekin dg bener? Tes pada saat sedang pipis. Praktek menahan otot hingga memutus pipis untuk berhenti itulah senam kegel. Cukup dilakukan selama 5 hitungan saja kok, dan tentunya gak pas sedang pipis ya 😅

Selamat berlatih!

Review Kelas @griyaibusehat: Prenatal Yoga

AKHIRNYA! Sempat menulis lagi setelah lahiran, ahaha. Kali ini mau review kelas persiapan persalinan lain yg sempat diikuti bersama suami ya!

Masih tetap dalam rangka menyiapkan diri sebaik mungkin saat hamil, aku juga berinisiatif mengikuti kelas prenatal yoga, dan maunya yg berpasangan dg suami, krn suamipun suka dg yoga, dan memang sebelum aku hamil kami rajin ikut yoga bersama. Setelah mencari-cari, akhirnya nemu di Sunter, yaitu Griya Ibu Sehat dg mbak Felicia sbg pengajarnya, yg mana beliau jg adl eks bidan yg sekarang menjadi seorang doula.

Awalnya dalam bayanganku prenatal yoganya itu ya akan dilakukan beramai-ramai, full beryoga seperti kelas yoga pd umumnya, hanya gerakannya sj yg berbeda. Namun ternyata di Griya Ibu Sehat ini berbeda.

Enaknya, kelasnya bisa dibilang cukup privat, pesertanya maksimal 2 pasutri. Di kedatangan pertama kami diajarkan singkat tg proses persalinan dan jenis-jenis nafas yg dibutuhkan selama hamil & persalinan plus alternatif posisi persalinan, baru kemudian diajak yoga, lalu ada simulasi mengejan saat persalinan sembari melatih nafas yg baik & benar, karena memang proses mengejan saat persalinan itu fatal jika tidak dilakukan dg baik & benar.

Setiap kelasnya bisa berlangsung hingga 2 jam, karena memang jg sambil ngobrol & istirahat jika dirasa tubuh bumilnya kelelahan. Agenda kelasnya selalu sama, doa di awal & akhir kelas dan berbicara dg janinnya, yoga, simulasi persalinan, kemudian ditutup dg yoga lagi utk relaksasi di akhir.

Yang menyenangkan dr kelas bersama mbak Felic di Griya Ibu Sehat ini adalah kita diajarkan & dipandu betul tata cara posisi dan pernafasan yg baik & benar. Memang sih, bernafas itu kegiatan sepanjang hidup, tapi ternyata untuk nafas panjang & dalam memang tidak bisa dilakukan tanpa latihan.

Untuk proses mengejan, diajarkan nafas panjang & dalam dg durasi hingga 20 hitungan. Fyi, itu nggak gampang, karena kebiasaan kita sehari-hari yg hanya bernafas pendek-pendek, maka untuk bisa melepas nafas agak lama itu ternyata susah.

Anyway, buatku mengejan tanpa ada sesuatu yg ingin dikeluarkan itu agak susah juga sih ya 😂

Belum lagi “dipaksa” senyum karena mindset-nya yg dibuat bahwa dengan mengejan itu berarti kita sedang membantu tubuh kita & bayi agar bisa segera bertemu, jadi kita wajib berbahagia.

FYI, SENYUM SAAT KONTRAKSI ITU TERNYATA JUGA NGGAK MUDAH YA, HAHAHAHAHA.

Untuk buibu yang mau tahu apa saja jenis nafas yg diajarkan mbak Felic bisa dibaca di sini ya. Untuk yg penasaran & ingin ikut kelasnya di Metro Kencana, Sunter, silakan cek IG mereka di @griyaibusehat.

Good luck!

Review Kelas @birth.imwithu: Kelas Persiapan Persalinan

Seperti yg sudah kuinfokan di post sebelumnya tg review kelas @momikologi bahwa pada dasarnya memang aku seneng sinau, nah kelas kedua yg kuikuti semasa hamil adalah Kelas Persiapan Persalinan bareng @birth.imwithu.

Berangkat dari saran kakak yg sempet trauma dg 28 jam persalinan anak pertamanya, lalu mengikuti kelas gentle birth di persalinan kedua, maka akupun juga langsung cari-cari info kelas serupa, meski saat itu usia hamilku masih… 5 bulanan, sementara pasutri lain rerata sud 8 bulanan ✌️

Kelas kali ini dilaksanaken seharian di @rumah.dandelion di Lebak Bulus, yg jawuhhh dr Kelapa Gading, makanya kubelain nginep di sekitaran Lebak Bulus dan di usia hamil yg sedang prima-primanya jadi supaya nggak capek di perjalanan yekan.

Kesimpulan pertama dari kelas ini: memuaskan, sungguh. Kelas terbaik selama kehamilan ini. Worthed dengan biaya investasinya di Desember 2018 adalah Rp 1.5 juta/pasangan, yg mana kamu akan dibuat melek tg ilmu kehamilan & persalinan, diajak praktek beberapa tips & trik untuk mengoptimalkan tubuh saat persalinan juga, dan bonus maksi yg kelewatan ngenyangin & snack sepanjang hari, karena prinsipnya adalah anti lapar lapar club. Maklum, ibu hamil 😆

Di kelas ini juga aku merasakan betul telah berhasil belajar bareng mz zwm & bikin doi melek & mau sinau juga tg pie itu kehamilan & persalinan yg baik & benar.

Jadi memang apa aja sih yg diajarken di kelas ini?

Dibagi jadi 3 sesi, yg pertama adalah tentang mind, soul, & body. Di mana kita diajak memahami bersama filosofi gentle birth agar baik pikiran, perasaan & tindakan kita sesuai & akhirnya berhasil mendukung untuk prosesi ini. Apa yg sebaiknya kita pikirkan, dengan keinginan/perasaan seperti apa yg kita inginkan terjadi selama hamil & persalinan, dan bagaimana tubuh kita akan merespon & apa yg harus kita lakukan supaya direspon tubuh dg baik & benar, diinformasikan di kelas ini.

Kemudian di sesi kedua, diajarkan tentang hal-hal menyangkut persalinan. Seperti hormon yg pro & kontra terhadap proses persalinan yg baik & benar itu apa saja, tanda-tanda persalinan itu apa & bagaimana, kontraksi itu kaya apa sih (ini penting untuk buibu yg clueless! 😂), tahapan persalinan, posisi melahirkan -karena ternyata nggak melulu berbaring yg sebenarnya justru kurang disaranken-, dan mungkin yg paling favorit untuk pakbapak adalah informasi kapan sih sebaiknya segera ke RS?

Sebagai buibu clueless yg mostly pada suka parnoan, kapan sebaiknya ke RS ini menjadi info yg sangat penting. Ternyata, pembagian waktunya dibagi jadi 3, yaitu kontraksi 4-1-1, kontraksi 7-40-2, dan jika mengalami KPD atau Ketuban Pecah Dini.

Pertama, kontraksi 4-1-1, jika kontraksi terjadi tiap 4 menit sekali dg durasi 1 menit, sudah berlangsung teratur selama 1 jam, & jarak rumah-RS dapat ditempuh dalam 1 jam.

Kedua, kontraksi 7-40-2, yaitu jika kontraksi terjadi tiap 7 menit sekali dg durasi 40 detik, sudah berlangsung teratur selama 2 jam, & jarak rumah-RS dapat ditempuh dalam 2 jam.

Ketiga, jika mengalami KPD, maka harus segera ke RS karena biasanya persalinan akan terjadi dalam waktu 24 jam ke depan, dan gerakan Ibu harus dibatasi & hindari kontak langsung dg vagina agar tidak infeksi. Namun ingat, bahwa meski mengalami KPD bumil tetap boleh makan & bahkan harus banyak minum.

Sesi terakhir, diajarkan tg 3 kunci persalinan yg sadar & sehat, yaitu bergerak aktif, bernafas teratur & benar sesuai kebutuhan sikonnya, dan santai. Ilmu terpenting di sesi ke-3 ini menurutku adalah tg bergerak aktif, mengingat persepsi yg berkembang selama ini adalah menunggu persalinan itu ya hanya dg berbaring sambil menahan sakit saja begitu, padahal sebaliknya, justru dianjurkan untuk banyak melakukan gerakan yg dapat membantu ibu maupun anaknya dalam mengoptimalkan fungsi tubuhnya untuk proses persalinan yg sadar & sehat.

Nah, dari sini jugalah saya kemudian semakian niat untuk mencari kelas prenatal yoga demi memaksa diri untuk bergerak aktif selama hamil, sekaligus belajar berbagai jenis teknik pernafasan yg penting untuk kehamilan & persalinan.

Gimana buibu, jadi tertarik jugakah dengan apa itu gentle birth? Sebenarnya pun sekarang sudah banyak penyelenggara kelas sejenis, dan tentu saja buibu boleh cari tahu lebih lanjut tg kelas miliknya @birth.imwithu ini yg biasanya ada di area Tangerang, Jaksel, dan Bekasi.

Semoga kita semua terus dilancarken proses kehamilan & persalinannya nanti yes, dan harap tunggu review kelas lain yg kuikuti juga semasa hamil yes 🙌

Review Kelas @momikologi: Get Ready to be A Mom!: Psychological Prenatal Preparation

Pada dasarnya aku tuh suka sinau kan ya, dan hamil ini jadi salah satu alasan untuk asyik sinau bab ina inu terutama bab kehamilan. Prinsipku sih, selama ibunya nyaman ya bayinya aman. Insya Allah. Jadi sisanya dipikir secara logika saja sudah, tanpa kudu takut kepikir mitos dan lainnya~

Nah, karena suka sinau, dan salah satu isu terbesar yang langsung kupikirkan di awal hamil itu adalah isu kesehatan mental, maka kelas pertama yang kuikuti adalah justru Get Ready to be A Mom!: Psychological Prenatal Preparation dari @momikologi pada Desember lalu di acara IMBEX yang nge-hits itu. Dan sejauh ini kalau ikut kelas selalu ajak mz zwm! Kudu mau kudu bisa kudu melu sinau pokmen! 💪♥️

Kesehatan mental itu penting & perlu diketahui, diwaspadai, disinaui, dan dijaga, buatku. Jadi setidaknya kalau (amit-amit) mengalami, tidak akan denial dan secara sadar mengalaminya, agar bisa berusaha untuk menerimanya sampai akhirnya selesai. Aamiin!

Yang paling umum diketahui kan adalah baby blues ya, tapi ternyata ada perbedaan antara baby blues (BB) dengan PPD atau Post-Partum Depression, lho. Baru tahu pun~ Dan nggak cuma sampai PPD saja, tapi juga ada Post-Partum Psychosis (P3) dan Post-Partum Post-Traumatic Stress Disorder (P3TSD). Whoaaa~ 😐 Eh iya, itu singkatan kubuat sendiri sih, bahahaha ✌️

Jadi kalau BB itu rentang waktu kejadiannya adalah 0-2 minggu pasca melahirkan, sedangkan PPD adalah di atas 2 minggu pasca melahirkan. BB ini lebih umum terjadi dan penyebab utamanya adalah hormon. Kalau bicara hormon dan wanita, YA SUDAHLAH YHA~

Nah kalau sudah BB apakah pasti PPD? Jika BB tidak tertangani dengan baik & tuntas maka berpotensi menjadi PPD. Di tahap ini kalau sudah sadar mengalami PPD baiknya ya segera berkonsultasi ke psikolog sebelum berlarut-larut dan naik level jadi P3 atau P3TSD.

Apa beda antara yang kedua terakhir ini? Kalau P3 penyebabnya adalah hormon dan kemungkinan sebelumnya sudah ada riwayat gangguan psikologis, gejalanya muncul kira-kira 1 minggu pasca melahirkan. Solusinya? Selain ke psikiater untuk diberi obat, ibu juga sebaiknya dipisahkan sementara dari bayi dan tentu saja karena mengonsumsi obat maka wajib berhenti menyusui sementara.

Terakhir adalah P3TSD, penyebab utamanya adalah pengalaman traumatis selama kehamilan & saat persalinan dan gejala akan tampak muncul mulai 1 bulan pasca melahirkan. Jika berada pada tahap P3TSD ini baiknya ibu segera konsultasi ke psikolog agar dilakukan terapi kognitif, emosi, dan perilaku.

Nah, tapi ternyata, ada juga gangguan psikologis yang bisa dirasaken langsunggg setelah melahirken: antara anxiety, obsessive, atau compulsive. Penyebabnya adalah hormon dan riwayat gangguan psikologis. Apa yang harus dilakukan? Segera cari psikolog sih untuk terapi dan somehow ada yang butuh obat juga.

Lalu apa yang paling penting untuk membantu mencegah, mengobati itu semua? Support system! Terutama jelas, swami. Lalu orang tua & mertua, saudara, hingga keluarga dekat, diharapkan kesemuanya mau, mampu, dan sadar diri agar keberadaannya bermanfaat positif untuk mendukung bapak-ibu baru.

Jadi pakbu, perlu banget sih eym untuk mengedukasi diri sendiri dulu, sebelum dihajar mitos dan perkataan ucapan toxic dari kanan kiri seputar kehamilan, persalinan, sampai nanti bab ngurus anak. Prinsipnya: Kalau nggak ikut bayarin ngurusin keperluan anak, abaiken! 💁

Overall, kelas dari @momikologi kemarin secara konten cukup OK, karena mereka kasih cetakan materinya ke peserta! Nggak cuma presentasi ngomyang dan kami diharapkan mencatet. Tapi untuk harga Rp 180.000/couple, jam pelaksanaan yang ngaret banget (mungkin karena padat jadwal di IMBEX), tidak ada makan minum tersedia, dan goodie bag yang diberikan juga sekadar formalitas, rasanya agak berlebihan sih. Tapi nggak kapok kalau misal ada topik menarik lain yang bisa kuikuti, @momikologi cukup kompeten kok dengan isu kesehatan mental ibu & keluarga sebagai konten utamanya ♥️

Teknik Pernafasan untuk Kehamilan & Persalinan

Sempat disinggung sebelumnya kalau saya belajar beberapa teknik nafas yang sekiranya berguna selama pas hamil maupun saat persalinan nanti di kelas yoga yang sempet diikuti bareng mz zwm. Nah semoga penjelasan berikut cukup bisa dimengerti yes, karena saya nggak akan kasih nama jenis nafasnya apa, karena lupa tentu saja!

  • Nafas jika terjadi KPD (Ketuban Pecah Dini) ataupun setelah ketuban pecah (di waktu yang seharusnya)
    • Inhale: melalui hidung
    • Exhale: melalui mulut, membentuk huruf O seperti untuk menghasilkan embun di kaca
  • Nafas balon untuk di sela-sela mengejan
    • Inhale: melalui hidung
    • Exhale: melalui mulut, seperti meniup balon
  • Nafas mengejan
    • Inhale: melalui hidung, dilakukan dengan dalam & panjang tanpa terburu-buru
    • Exhale: melalui mulut sambil mengejan & bersuara/melenguh
  • Nafas Sitali untuk heartburn/kembung/saat puasa
    • Inhale: melalui mulut dengan meletakkan lidah di langit-langit
    • Exhale: melalui hidung
  • Nafas Perut yang saya lupa fungsinya maafkeun :’)
    • Inhale: melalui hidung & pastikan perut mengembang
    • Exhale: melalui hidung
  • Nafas Nadi Sodaya untuk ketika mengalami kontraksi palsu
    • Inhale: melalui hidung tapi hanya satu lubang (lubang A)
    • Exhale: melalui hidung tapi di lubang sebelahnya (lubang B), kemudian inhale lagi di lubang B, dan exhale berganti di lubang A, lakukan berulang

Begitulah kurang lebih, semoga dapat dimengerti dan bermanfaat yes. Eh dan tapi kalau misal ada buibu yang tahu bahwa ada yang salah dari info di atas, silakan merevisi ya 😉

MAMPU?

Harus diakui kalau hari pertama tahu kalau sedang hamil itu diam-diam saya ketakutan. MAMPU?

Saya tumbuh bukan sebagai perempuan yang dari kecil hobi main anak-anakan, masak-masakan ataupun bermain pekerjaan domestik lainnya. Bukan pula sebagai perempuan yang selalu mendamba pernikahan-hamil-membesarkan anak sejak umur muda. Tidak pernah mentargetkan di umur berapa saya sudah harus mengalami itu semua, tidak pernah menghitung resiko antara umur anak dengan umur orang tuanya jika memang tidak kunjung menikah, dan lain-lain, daaan lain-lain.

Ketika sudah menikahpun kami berdua bukan yang ambi untuk segera punya anak, atau yang khawatir dan stres karena masih saja mens terus setiap bulannya. Kami masih sangat menikmati pacaran serumah berdua saja, weekend mau ke mana saja bebas, bela-beli demi memenuhi hasrat “hobi”, dan cashflow bulanan yang dihabiskan tanpa perencanaan matang. Yang terakhir ini sih yang jelek, hahahaha.

Maka tidaklah heran jika kemudian saya panik, langsung mempertanyakan kemampuan diri, yang sejatinya pun sudah saya pikirkan, sangsikan, ragukan, sejak lama, mampukah saya? Mampukah kami?

Apa yang saya lakukan? Pagi-pagi sesampainya di kantor langsung mampir ngobrol ke temen kantor yang sebenarnya adalah seorang psikolog, dan mengulang pertanyaan yang sama, mampukah saya?

Selama 1 jam bercerita, jawaban yang menenangkan saya dapat. Karena kebetulan beliau juga ternyata adalah tipe perempuan yang kurang lebih seperti saya, jadi kita berdiri, berjalan, dengan menggunakan sepatu yang tidak jauh berbeda, saya pun menjadi cukup tenang & yakin. Ngko kowe yo mbatin dewe kok, rien, setelah sekian waktu melewatinya, ‘Oh, jebul aku yo mampu yo?’. Kemampuanmu, kesabaranmu, itu akan ditarik ke batas yang kamu sendiri nggak akan sadari kalau kamu ternyata mampu sampai ke sana. Jadi, insyallah, tenang saja, kamu akan mampu kok.”

Trimester Pertama

Banyak dan mudah banget menemukan cerita atau artikel bahwa trimester pertama itu biasanya identik dengan mual muntah dan sejenisnya, sampai akhirnya setelah bergabung dengan salah satu komunitas online jadi tahu bahwa bahkan ternyata mual muntah itu dijadikan salah satu indikator utama kehamilan oleh sebagian buibu, lho.

Padahal mah nggak semuanya begitu, salah satunya ya saya ini, sepanjang hamil nggak pernah mual muntah dan ngidam. Sama sekali. HAMDALAH YHAAA, HAHAHA.Kalaupun ada pengen makan/minum sesuatu, ya karena memang sebelum hamilpun sudah pengen tapi belum keturutan, atau ya kalau pengen, lakoni saja asal nggak berlebihan kan. Kebetulan sih nggak pernah juga pengen makan/minum yang aneh-aneh di jam yang aneh juga, jadi bisa disebut ngidam gak tuh? Hahaha.

Trimester pertama alhamdulillah terlewati dengan baik & lancar tanpa keluhan berarti, selain kebingungan karena berat badan yang justru menurun. IYAAA BERAT BADANKU PAS HAMIL TERMASUK YANG JUSTRU BERKURANG, HAHAHA. Total sampai sekarang 33 minggu sih turun 5 kg, dan sudah naik lagi 5 kg, tapi jangan lupa hitung BB bayi yang normal dan nganu, justru agak berlebih 250 gr, HEHEHE. Jadi prinsipnya ya, selama BB anak aman YA ALHAMDULILLAH BANGETLAH KALAU IBUNYA MALAH NGGAK NAIK BB-NYA YEKAN~ HAHAHA. Karena jujur saya tetap tergolong malas makan, malas sarapan, nggak yang jadi mbladog nggak keruan gitu makannya. Nggak menambah porsi jadi 2 kali lipat, ataupun ngemil yang kebablasen seringnya, jadi mungkin ya itu ngefek juga sih ya.

Keluhan umum yang saya alami sih adalah… heartburn, yang mana sebelum menikahpun sudah sering mengalami, jadi ya sudahlah ya, sud biasa :’) Yang kemudian saya belajar bahwa heartburn bisa diatasi dengan salah satu teknik nafas yang kurang lebih caranya adalah “menghirup perlahan dengan hidung, melepaskan perlahan melalui mulut sambil mendesisss”.

Ah ya, mungkin ada baiknya saya share juga untuk teknik pernafasan yang saya tahu berguna untuk kehamilan dan persalinan kali ya.

Nah, selama trimester pertama juga justru saya masih rajin-rajinnya nonton band-bandan, demi kesehatan mental bersama mz zwm yang teup terjaga & wajib kudu dijaga. Ada dalam sebulan di mana weekend kami selalu ke luar kota, sampei pusing sendiri pack-unpack melulu. Tapi ya hamdalah semuanya aman sampai sekarang. Jadi kesimpulannya, nggak semuanya itu mutlak terjadi/dialami selama hamil, ntah itu mual muntah, ngidam, atau justru BB ibu yang naik. Bukannya itu semua malah patut disyukuri ya kalau memang tidak kita alami, selama ibu & anaknya sehat yekan 🙂 Tapi buat buibu yang mengalami keluhan abc juga jangan patah zmgt, teup kudu sabar kuat cari tips trik mengatasinya sampei akhirnya ketemu anak kesayangan sing-masing yak!

Kapan Diumumkeun?

Jadi anak ini ketahuan keberadaannya di akhir Agustus, tapi kami memutusken untuk nggak langsung info ke siapapun. Pertama, ya dipastikan dulu sajalah berdua. Kedua, ndredeg juga mau infoin ke keluarga, hahaha.

Tapi ternyata kami dipermudah dengan adanya agenda ke Bali demi nonton Soundrenaline 2018, “Kalau infonya sebelum ke Bali pasti nanti pada bunyi nih, hamil muda kok dolan & nonton band-bandan. OK sip, balik dari Bali deh baru info!”

Tapi sebaliknya dari Bali, mz zwm masih nggak kunjung ngizinin untuk info ke keluarga, nggak inget pun karena apa. Sejak pertama kontrol ke dokter adalah minggu ke-6, lalu di minggu ke-8 pas lagi ada video ponakan di-share di grup keluarga, saya cuma nyeletuk, “Waah, kalo bayeknya adik baru 8 minggu nih, hahahahah”, dan maka ramelah mereka.

Begitu pula ketika menyampaikan berita ini ke teman-teman dekat, terutama yg di kantor, kalau nggak salah saya menunggu sampai~ 3 bulan? Dan di media sosial pun begitu, saya menginfokannya secara tersirat melalui kepsyen IGS, itupun setelah usia kehamilan di 5 bulan. Media sosial lainnya? Nggak ada, termasuk yg tidak tertarik untuk post apapun di FB ataupun Twitter, hahaha.

Sejak lama saya diajarkan untuk tidak terburu-buru menyampaikan berita baik, termasuk berita kehamilan, misal seperti foto USG pertama anak yang masih keciiil banget di minggu ke-6, dan sejenisnya. Alasan utamanya sih karena kita nggak pernah tahu apa yg akan terjadi. Bukannya berpikiran buruk, tapi lebih ke menjaga agar tidak jumawa saja, dan supaya nggak “terburu-buru bahagia”. Begitu.