MPASI Usia 4 Bulan

Sebelumnya aku pernah cerita pengalamanku saat terkena mastitis di sini, yg rupanya dari situlah perjalanan anakku mengejar BB yg baik & benar dimulai~

Jadi memang hari di mana aku divonis mengalami mastitis itu, anakku sudah sempat ditimbang dan BB-nya di 2,9 kg, sementara umurnya hampir sebulan dan BB lahirnya adalah 3 kg. Jadiii, doi malah nggak nyampe BBL sekalipun lho, padahal idealnya adalah nambah 800 gr dari BBL yaitu 3,8 kg.

Paska sembuh dari mastitis, BB anak dikontrol ketat setiap minggu selama sebulan bersama dr. Anjar di KMC, dan memang dari awal blio sudah sempat wanti-wanti kemungkinan perlunya anakku untuk mulai MPASI di 4 bulan 1 minggu. Benar saja, akhirnya ketika anakku menjelang 4 bulan, DSA-nya yg terkini yaitu dg dr. Made Indra Waspada pun menyarankan untuk MPASI di 4 bulan 1 minggu alias 17 minggu.

Akhirnya fase makanpun dimulai…

Alhamdulillahnya, sebelum MPASI dimulai aku sudah menemukan & menghabiskan semua highlight IGS di IG dokmet @metahanindita, dan dr situ menemukan & semakin yakin ya sudah, anakku kukasih MPASI fortifikasi saja dulu. Pertama, ringkas, HAHAHA. Kedua, kandungan gizinya lebih terjamin. Aku segitu takutnya anakku kurang zat besi, karena aku pengidap anemia. Pun zat besi sangat dibutuhkan untuk perkembangan otaknya.

Memang, MPASI fortifikasi cenderung miskin rasa & tekstur, tapi tidak apalah, sementara ini saja pun sembari tetap kuajarkan makanan rumahan. Apalagi berdasar hasil penelitian bahwa MPASI rumahan itu cenderung kurang gizi, terutama kurang kandungan zat besinya.

Sampai umurnya 6 bulan semua proses makannya dia aman, di awal makan dia bisa lahap & langsung habis dalam 10 menit, tapi semakin ke sini semakin lama & malas mangap. Kami kira karena bosan, dan tumbuh gigi pertamanya. Sudah coba ganti tekstur, yaitu dengan nasi & lauk diblender, tetap ditolak; ganti suasanapun tidak selalu berhasil. Aku sempat dihantui kekhawatiran anakku akan kesusahan naik tekstur, karena kok dari bubur fortifikasi ke tekstur blender masih saja dilepeh.

Sampai akhirnya pas aku sedang makan nasi & ikan gurame pesmol, dan iseng kusuapin ke anak, hanya dg nasi dibejek campur daging ikan, KOK YA ANAKNYA MANGAP SUKARELA. WOW. TERNYATA IBU TERLALU MEREMEHKAN ANAK DALAM NAIK TEKSTUR. Ternyata dia sudah suka, mau, dan mampu dg tekstur nasi lumat! Ya memang sih, dia makan kan sudah sejak 17 minggu ya, sudah melewati 2 bulan fase makan, berarti ibaratnya sudah seperti anak 8 bulan dg periode MPASI normal, jadi kupikir wajar jg kalau dia memang sudah bosan tekstur bubur.

Tapi ya tetap~ meski dia sudah suka makan nasi lumat, PR mikir lauknya apa yg enak & doi doyan ini sih yg sangat sangat saaangat~ menantang yekan. Tantangan ibu-ibu sedunia akhirat ini sih kurasa, HAHAHA.

Untuk buibu yg mau mulai, sedang melewati fase MPASI, kalau masih bingung dg ilmunya sebaiknya seperti apa, silakan babat habis semua highlight IGS @metahanindita ya, setelah itu, percayakan sj pada instingmu sbg ibu dalam melewati fase MPASI bersama anak. YANG KUAT YAAA! :))

Review Kelas: Persiapan Persalinan di RS YPK Menteng

Tidak cukup dengan mengikuti sekian kelas sebelum melahirkan, ketika RS YPK Menteng (calon RS tempatku melahirkan) mengadakan kelas persiapan melahirkan dg harga yg cukup murah, akupun tetap tertarik untuk ikut lagi, hitung-hitung update ilmu sebelum hari H, karena kebetulan memang saat itu kelas diadakan 2/3 minggu sebelum HPL.

Diampu langsung dengan bidan senior di YPK, di kelas yg cukup intim ini karena kami hanya berenam dg pasangan lain, ilmu yg diajarkan cukup singkat padat jelas, dan ternyata yg paling berguna adalah ilmu teknik mengejannya. Jika di kelas sebelumnya hanya mendapat ilmu tentang teknik nafasnya saja maka di kelas ini kami diajarkan teknik & posisi tubuh yg harus disiapkan saat mengejan, yaitu leher menunduk, dan terus dilipat ke dalam ke dada ketika ingin mengejan lebih dalam. Diiringi dengan teknik nafas yg harus panjang sekaligus dalam sekal tarikan, karena setahuku jika tidak dalam sekali nafas maka anaknya ketika crowning akan keluar masuk begitu ya? Dan tentu saja juga melelahkan untuk ibunya.

Berlangsung hanya selama 90 menit (kalau tidak salah), kelas ini menjadi cukup OK karena bisa ngobrol & curhat langsung akan ketidaktahuan kita tg persalinan langsung dg bidan yg sudah sering mengurus persalinan. Approved!

Memilih RS yang Mendukung Bumil

Jujur, jika tidak disarankan kakakku untuk belajar tentang gentle birth, maka aku nggak akan berjodoh dengan kelasnya mbak Imu di @birth.imwithu, maka rasanya akupun nggak akan tuh berkesadaran untuk mencari provider kesehatan yg menunjang kehamilan & persalinanku sesuai keinginan & kebutuhan aku & anakku.

Tapi karena aku Alhamdulillah berjodoh dengan kelas persiapan persalinannya mbak Imu, maka pasca kelaspun aku & mz zwm jadi lebih menimbang-nimbang tuh, apakah kami sudah cocok dengan obgyn & RS yg saat itu kerap kami datangi untuk kontrol?

Kalau perjalanan kami mencari obgyn sudah kuceritakan sebelumnya di sini ya. Namun lain hal lagi dalam perjalanan mencari RS. Buatku, RS nggak cukup hanya sekadar dekat, karena kalau ternyata jauh di hati gimana? *ngekngew

Jadi apa saja sih kriteriaku dalam memilih RS?

Yang jelas, pertama, pro ASI. Karena kalau pro normal itu lebih ke preferensi dalam memilih dokter, bukan memilih RS. Kedua, dokter & susternya OK, nggak? Karena kalau dokternya OK tapi RS & suster nggak OK, masih bisa kan ya pilih RS lain tempat dokter pilihan tsb praktek? Ahaha niat beudh~ Ketiga, antara harga dan fasilitas kamar yg didapat dibanding dengan plafon dari asuransi kantor, kalau yg ini ya gimana lagi ya, HAHAHA. Keempat, lokasi & jarak dari rumah apakah cukup terjangkau, jalanannya macet atau tidak, dll dll. Kelima, syukur jika dapet bonus semacam masakan RS yg enak, hihi. Oh, dan juga apakah RS-nya pro gentle birth atau tidak. Biasanya RS yg pro maka fasilitasnya pun akan memadai & mendukung gentle birth.

Maka perjalananku dalam memilih RS pun dimulai.

Yang paling dekat dengan rumah & sering aku datangi untuk kontrol sakit yg lain adalah RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, tapi langsung aku skip karena setahuku RS ini tidak pro normal maupun pro ASI. Hargapun tergolong premium, dan tidak ada obgyn yg sreg di hatiku di RS ini. Jadi akupun tidak mencari tahu lebih jauh tg kriteria lainnya.

Yang kedua adalah tempatku kontrol selama 8 bulan lamanya, RS OMNI Pulomas di Kayu Putih. Lokasi & jarak enak & mudah dijangkau. Dengan fasilitas asuransiku didapat kamar isi 3 pasien dg luas kamar yg cukupan, dan ketika aku survei pun kondisi bangsal ibu anaknya itu sepi, jd pikirku sikon di RS tersebut akan cenderung sepi pasien, jd mau sekamar bertigapun tak masalah. Hal baik lainnya adalah bangsal ibu & anak paska melahirkan di RS OMNI itu terpisah dg bangsal pasien berpenyakit, jadi aman~

Namun sayangnya RS ini semacam belum update sehingga terkesan tidak pro gentle birth, karena ruang bersalinnya adalah satu ruang besar, dg dua kasur untuk Kala 1 (observasi) dan satu kamar lagi di dalamnya untuk Kala 2. Ketika aku tanya tentang keinginan ABC terkait gentle birth, susternya tampak agak gagap & jawabannya cenderung diplomatis (tidak jelas mengizinkan atau tidak, seperti misalnya putar lagu, main gym ball, dll). Begitu pula untuk skill nakes & rasa makanannya aku juga nggak nemu review-nya, sangat minim nemu pasien yg pernah melahirken di RS ini melalui internet.

Incaranku selanjutnya adalah Kemang Medical Center/KMC, karena memang ada obgyn incaran juga di sana. Sayangnya kok ya juauh di Ampera sementara rumahku di Kelapa Gading, hahaha. Tapi aku bisa bantu me-review RS ini karena kok ya akhirnya aku merasakan rawat inap di KMC saat mastitis.

Dokter & nakes jelas OK, karena memang sudah terkenal seperti itu adanya. Makanan ya enak, tapi tidak seenak YPK sih kalau menurutku. Untuk kamarnya dg plafonku yg Rp 600 ribu ditempatkan di kamar entah kelas berapa, tapi sekamar berdua dan kamarnya besar, jauh lebih besar dari kamar YPK dengan kelas & harga yg sama, hahaha. Lebih enaknya lagi karena selama 5 hari aku ranap di KMC, hanya sendirian di kamar itu tapi kasur sebelah tidak dilipat, jd nyaman jg untuk suami istirahat kalau malam. Overall sih ya jelas, KMC sangat recommended.

Akhirnya pilihanku pun jatuh ke RS YPK Menteng untuk melahirkan, karena terkenal pro ASI & pro normal, akhirnya justru pilihan dokterku yg jadi fleksibel menyesuaikan dg RS yg kupilih. Selain itu YPK juga terkenal dg susternya yg OK, makanannya yg enak (beneran deh), dan ruang bersalin yg pro gentle birth.

Mereka punya satu ruang bersama Kala 1 berisi empat pasien dan dua ruang Kala 2, untuk persalinan biasa & gentle birth. Jadi ruangan yg untuk gentle birth ini memang sudah diset supaya lampu bisa disetting nyala redupnya, boleh putar lagu, boleh main gym ball & memang sudah disediakan, dan disediakan juga aroma therapy. Pokoknya betul-betul menunjang bumil yg ingin melakukan gentle birth.

Minusnya YPK hanya satu, dan rasanya memang susah sih jika ingin direnovasi karena turn over pasien yg tinggi, yaitu ukuran kamar yg kelewat kecil. Untuk kamarku yg berisi dua pasien, sungguh satu pasien itu cuma punya tambahan space di samping kasur kira-kira semeter, sebelahnya sudah langsung bilik pasien lain. Jadi sungguh repot jika ada tamu karena kamar yg kelewat sempit ini. Bahkan bisa dibilang, jatah luas kamar untuk dua pasien di YPK sama dengan jatah luas kamar untuk satu pasien di KMC yg sekamarnya berdua juga. Pusing nggak dengan penjelasan ini? HAHAHA.

Pas ranap di KMC sih sempet menyesal kenapaaa juga nggak lahiran di KMC, tapi kan ya nggak mungkin juga ya kontrol bulanan & mingguannya Kelapa Gading – Ampera melulu. Belum lagi jika di hari H kudu buru-buru ke Ampera yg notabene sering macet yg stress malah mz zwm nanti.

Overall sih tidak ada yg mengecewakan kok setelah ranap di YPK Menteng selama 8 hari. Persalinan & perawatan paska persalinan OK, dokter & suster OK, makanan OK, kamar not OK, hahahaha. Jarak & jalanan yg masih bearable untuk dilewati dari Kelapa Gading, pun tidak lupa aku afirmasi anak supaya lahir di jam malam saat tidak macet, meski dia lebih memilih untuk segera ke RS di jam magrib bubaran kerja, HAHAHA.

Jadi gimana buibu, sudah menentukan RS mana yg sekiranya akan mendukung rencana persalinannya?

Perjalanan Menemukan Obgyn yang Cocok

Dokter Budi Iman Santoso di YPK

Setelah memantapkan hati untuk pindah dokter di RS YPK Menteng, awalnya aku memasrahken akan ke dr.Yusfa lagi saja, karena setelah baca-baca (lagi dan lagi), beliau memang tidak banyak bicara saat kontrol jika janinnya tampak sehat-sehat saja, tapi kalau ada sesuatu pasti diinfokan segera saat kontrol. Sayangnya, pas kami ke sana ternyata beliau sedang tidak praktek karena sedang sakit demam berdarah, akhirnya cari dokter siapapun yg ada yg tampaknya OK, maka kami putuskan ke Prof. Budi ini.

Kesannya adalah, lha dok, mesin USG-nya kok tampak klasik banget? :’) Dokternya sendiri humoris, santai dg kekhawatiran kami menjelang persalinan dan berusaha menenangkan. Satu hal yang beliau temukan adalah umur anaknya dengan ukuran tubuhnya kok berbeda 2 minggu? Beliau langsung bertanya apakah aku salah hitung HPHT, seingatku sih nggak salah ya. Ditanya juga apakah tanggal mensku cenderung tidak teratur, nggak juga, hanya kecendrungannya maju seminggu dari bulan sebelumnya. Dari situ beliau nggak banyak bicara lagi, hanya catatan mengenai ukuran bayi itu saja yang perlu dicek di kontrol selanjutnya.

Dokter Andon Hestiantoro di YPK

Minggu berikutnya kami menelpon RS YPK Menteng dulu sebelum kontrol, dan ternyata dr. Yusfa masih belum praktek, jadilah aku mencaaari lagi dokter siapa yg sekiranya akan membantuku saat persalinan. Dapat info dari kakakku, bahwa temannya dulu sempat VBAC dengan dr. Andon, pertanda bagus sih ini kalau ada dokter pro VBAC, berarti beliau pro normal juga nih, maka kuputuskan untuk kontrol dengan dr. Andon. FYI, beliau juga katanya praktek di RS Hermina Jatinegara tapi dengan antrian pasien yg lebih banyak daripada di YPK.

Dengan dr. Andon kami juga menunggu agak lama, tapi karena memang setiap pasien yg datang konsultasi dengan beliaunya agak lama, sekitar 15-20 menit per pasien. Aku pernah iseng hitung & bandingkan antara pasien dr. Andon & dr. Yusfa perputarannya 1:4, hihihi. Begitupun pas aku kontrol, beliau cek USG detil betul, dan bener donggg beliau juga bingung kok antara ukuran anakku & usia kandungannya selisih 2 minggu, persis yang dr. Budi duga. Meski di USG berkali-kali tetap sama, selisih 2 minggu, umur kandungan sudah 38 minggu tapi kok badannya masih seperti bayi 36 minggu.

Jadilah kami dirujuk ke dr. Bambang Karsono, dewanya USG 4D ahahahaha, di Klinik Moegni, Menteng.

Singkat cerita, sampai H-1 pun kami masih tetap kontrol dengan dr. Andon, dan dengan kondisi bayi yg sehat-sehat saja tidak banyak yg dilakukan oleh beliau kecuali periksa dalam di H-1 dan diketahui bahwa anaknya sudah sedikit masuk panggul (masih H-2), lalu dilakukan CTG, hasilnya pun aman & kami diperbolehkan pulang malam itu, sampai akhirnya lahir setelah HPL+3.

Catatan positif kami saat persalinan dengan dr. Andon adalah, meski lama menunggu beliau datang ke RS (huhuhu, jadi lama juga nahan mulesnya) tapi beliau adalah dokter yg dengan baik & sabar mau menunggu momen ngedennya pasien datang, tidak terburu-buru, bahkan beliau juga bersedia jadi pijakan (tendangan) kakiku pas lagi kontraksi puncak, hahahahaha. Kurang lebih 45 menit waktu persalinan dengan beliau sampai akhirnya anakku lahir, dan kemudian dilanjut dengan acara jahit-menjahit, yg mana bukannya aku fokus dengan IMD tapi malah menghayati rasanya dijahit, HAHAHA KZL YHA.

Kesimpulannya: dr. Andon is approved!

Catatan tambahan:

Dokter Bambang Karono di Klinik Moegni Menteng

Well, sebenarnya sih beliau juga praktek di YPK tapi antriannya gak keruan euy~ bisa selang 1 bulan ke depan, padahal dr. Andon butuh hasil USG-nya segera karena sudah mepet lahiran, dan untungnya slot periksa dengan beliau di Klinik Moegni jauh lebih masuk akal.

dr.  Bambang teliti banget pas cek USG, semua diperhatikan betul, bahkan dilakukan berkali-kali, karena beliau juga setuju dengan adanya selisih antara ukuran bayi dengan umurnya, tapi disimpulkan bahwa ya memang tubuh anaknya yang mungil. Sudah cukup ukuran untuk dilahirkan sih, tapi kalau mau lebih digemukkan lagi ya bisa banget. Lucunya, di Klinik Moegni ini wajib bayar jasa beliau dengan cash, pas itu aku habis sekitar Rp 800 ribu karena hasilnya berupa foto USG 3D saja, karena muka anaknya jelas sudah tidak bisa kelihatan karena sudah masuk panggul. Berbeda jika muka anaknya masih bisa terlihat maka yang akan ditagih adalah Rp 1,1 juta (kalau gak salah) karena yg dicetak adalah foto USG 4D juga.

Memilih Nama

Sejak… kira-kira 4-5 tahun lalu, aku sudah tahu mau menamakan anakku dg nama yg seperti apa. Sederhana saja sebenarnya.

Aku pengen namanya berdasar elemennya, dalam bahasa Sansekerta, kemudian diakhiri dg Putra/Putri Semesta. Jadi misal dia anak elemen api, maka namanya bisa jadi Agni Putri Semesta.

BERAT YE? 😂

Tapi~ ternyata~ aku dapet suami yg lemayan alot kl diajak pilih nama anak 😂 alhasil, nama baru bener-bener final setelah anaknya umur seminggu. Itupun jauhhh dr rencana namaku yg 5 tahun lalu itu 😅

Aku selalu suka bahasa Indonesia dan Sansekerta. Setelah sering googling (dan berdebat, hahaha) akhirnya aku justru nemu nama lain dg arti yg jg kami yakini sbg doa untuk anak kami dg perpaduan bahasa Sansekerta, Indonesia, dan Kawagaka. Bingung ya yg terakhir bahasa apaan?

Nama lengkapnya Janaddi Akhsya Kian Bentala.

Janaddi: Kata aslinya adalah Janadi yg merupakan bahasa Sansekerta. Maknanya adl manusia yg baik. Kami percaya bahwa menjadi “baik” itu adalah sifat paripurna yg bisa dimiliki oleh manusia. Baik agamanya, baik pemikirannya, baik tindak tanduknya, daaan seterusnya.

Akhsya: Diambil dari bahasa Kawagaka yg merupakan ciptaan teman mz zwm, artinya Engkau.

Kian: Nah, ini punya 2 makna yg bercanda & serius. Jadi kami berdua suka bercanda dalam obrolan, kalo aku ada kaget tg sesuatu misalnya, “Hah, demi apa?!”, dan dibalas, “Demi kian!”. Maksudnya adalah demikian. Namun pd nama anak kami jg bisa menjadi demi Kian, akan kami lakukan apapun yg terbaik.

Bentala: Artinya Bumi atau tanah dalam bahasa Indonesia. Kebetulan Akhsya sbg seorang Taurus elemennya adalah tanah, dan aku lemayan kekeuh kemarin untuk tetap cari nama dg makna elemen yg sesuai.

Maka jadilah doa kami untuknya: Engkau Manusia baik yang ‘kan kian membumi.

Amin.

Nonton Dulu, Lahiran Kemudian

OK. Bicara tentang proses lahiranku yg lewat 3 hari dari HPL. Fyi, HPL-ku juga dihitung berdasar kehamilan 40 w ya, bukan 38 w.

Anakku terhitung mungil ukurannya, di 38 w dia masih dianggap oleh USG sbg janin umur 36 w krn beratnya hanya 2,6 kg. 2 minggu berikutnya setiap kontrol di hari Selasa pun beratnya hanya naik tipis sekitar 2,7 kg. Fyi, 2,7 kg itu beratnya di H-1.

Sebagai ibu baru mendapati ukuran anak mungil begitu wajib santai tanpa khawatir. Coba lihat, apakah memang riwayat keluarganya begitu juga? Krn aku sendiri lahirnya dl jg gak sampai 3 kg. Lagipula berat 2,7 kg sudah tergolong cukup lahir meski memang tidak sesuai standar KMS. Namun di luar itu semua kondisi kesehatan janinnya bagus kok, jd ya santai saja, sambil tetap makan es & manis jika memang ingin mengejar berat badannya supaya agak naik sedikit. Lemayan kan, jd punya alasan njajan terus 😆

Tibalah di HPL-nya Boy di hari Minggu, 21 April. Nggak ada tanda menjelang persalinan sedikitpun, dan kami tetap santai.

Apa saja memang tanda menjelang persalinan? Pada umumnya sih ada yg mendadak diare/BAB lebih sering, keluarnya sumbat hamil yaitu lendir dg bercak darah, dan pastinya kontraksi yg semakin rutin & teratur dg rumus seperti ini:

Pertama, kontraksi 4-1-1, jika kontraksi terjadi tiap 4 menit sekali dg durasi 1 menit, sudah berlangsung teratur selama 1 jam, & jarak rumah-RS dapat ditempuh dalam 1 jam.

Kedua, kontraksi 7-40-2, yaitu jika kontraksi terjadi tiap 7 menit sekali dg durasi 40 detik, sudah berlangsung teratur selama 2 jam, & jarak rumah-RS dapat ditempuh dalam 2 jam.

Aku sendiri baru merasakan kontraksi hari Rabu, 24 April siang, pas baru masuk bioskop untuk nonton Avengers: Endgame. Sepanjang film aku sambil sibuk buka aplikasi Kontraksi Nyaman dari @bidankita. Ternyata pola kontraksiku sudah langsung 4-1-1! HAHAHAHA. Tapi ya gimana, dapet tiket Avengers-nya susah euy, jd kutahan kunikmati sabarrr sampai film selama 3,5 jam selesai.

Selesai nonton di Kuningan langsung minta mz zwm ke YPK, mo-to-ran, di jam bubaran kantor sekitar setengah enam sore. Ntaps yaaa, kontraksi sambil macet~ Rencananya cm mau cek bukaan berapa, kalau masih kecil mau balik rumah dl.

Masuk ke ruang Kala 1, dicek baru bukaan 1 katanya. Maka kuajak main gym ball & ditinggal mz zwm beli dinner. Somehowww, selama main gym ball rasa nyerinya makin ngawur & gak bisa nahan njerit 😂 Sampai bidan senior di luar ruangan bilang, “Itu mah kayanya dah bukaan 5 deh”, padahal hanya selang 10-15 menit sejak bukaan 1 tadi. Karena nyerinya makin jadi, akupun dipindah ke ruang Kala 2, sekitar jam 7 malam.

Singkat cerita, akhirnya dr. Andon datang sekitar jam 9 lewat. Selama menunggu itupun sebenarnya bukaan sudah lengkap, anak sudah turun & ketuban sudah pecah. Jadi keinginan mengejan sebenarnya sudah ada sejak lama tapi terpaksa ditahan demi nunggu dokter :’)

Bermodalkan ilmu nafas & mengejan yg kutahu, tetap butuh beberapa kali usaha untuk akhirnya bisa melahirken. Kayanya… lebih dr 5x mengejan ada sih. Teknik yg kupakai adalah hirup nafas perrrlahan supaya bisa panjang & dalem kemudian dihembuskan perlahan & dalem jg sekuat tenaga sambil leher menunduk mendorong dagu ke dada.

Akhirnya jam 10 malam tepat anak lahir. Berat badannya gimana? 3,070 kg lho! Ini membuktikan bahwa BBJ dalam USG itu memang gak bs dianggap akurat tp jg memang ga utk diremehkan, cukup sbg acuan perkiraan saja.

Dan lahiranku adalah HPL+3 dg munculnya pertanda baru di jam 2 siang, lahir di jam 10 malam. Aku tidak mengalami yg namanya diare/sering BAB, tidak ada lendir darah yg keluar juga. Jadi emang kelahiran itu gak bisa diperkirakan ataupun dibandingkan dengan orang lain untuk kemudian kita jadikan acuan mutlak.

Sabar dan percaya saja dg tubuh ibu & bayinya ya, agar masing-masing punya ceritanya sendiri ♥️

HPL-nya Kok Berbeda?

Gak inget sejak kapan, bahwa prinsipku HPL itu hari perkiraan lahir. Jadi emang ga pernah terlalu peduli dg HPL menurut HPHT ataupun USG, krn emang cenderung berbeda.

Yaiya, lha wong sepengatahuanku ya, berdasar pengalaman sendiri sih, HPHT itu kan berdasar rumus hitung-hitungan ya, yg mana kadang kita sendiri gak bener-bener inget hari pertama haid terakhir itu kapan? (Karena syok sendiri dg kenyataan tetiba hamil, LOL). Sementara HPL berdasar USG itu mengacu ke ukuran bayinya, yg diharapkan perkembangannya ideal jd yah~ HPL-nya sejalan miriplah dg HPHT. Poin ke-2 di atas itu aku alami sendiri, dg perbedaan usia janin sampai sekitar 2 minggu.

Jadi, memasuki bulan ke-9 somehow kami merasa gak cocok dg obgyn-nya Boy selama ini (Siapakah? Bisa dirunut sendiri di tulisan sini ya, hehe), lalu memutusken untuk pindah kontrol ke RS YPK Menteng dg dr. Andon (keputusan memilih obgyn ini sendiripun akan ditulis di beda tulisan lagi yes).

Kontrol pertama ke dr. Andon kami agak kaget semua, krn tetiba terhitung usia janin baru 36 w, padahal pas itu harusnya sudah 38 w. Dilakukan USG berulang, hasil tetap sama, sekitar 36 w, tapi di luar itu kondisi kesehatannya tetap OK, hanya usianya saja nih yg mengganjal.

Kenapa mendadak janin jd lebih muda? Krn ternyata ukuran janinnya yg mungil, jd terbaca oleh USG masih seukuran janin umur 36 w. Yaaa, mesin USG kan disetting berdasar ukuran ideal lah ya.

Untuk memastiken, aku dirujuk ke dr. Bambang Karsono, dewanya USG 4D 😂 enak banget USG dg blio, detil & berulang-ulang. Hasilnya? Emang anakku yg mungil, di umur 38 w beratnya masih 2,6 kg saja.

Selang beberapa minggu sampai di 40 w, anaknya masih anteng. HPL dia harusnya di hari Minggu, tp krn ya Minggu & gak ada tanda apapun, kami selow saja sih, dan memutusken tuk tetap kontrol rutin di Selasa.

Ternyata oh ternyata 24 jam setelah kontrol, anaknya lahir 😂 dan aku baru mulai ngrasain tanda-tanda itu di jam 2 siang hari lahirnya.

Kesimpulannya? HPL itu jangan terlalu dijadiin patokan sampai dipikirin banget buibu. Selama rutin kontrol & ga ada kekhawatiran apapun, tetap selow & berusaha menginduksi alami anaknya. Sebab makin stres mikir kapan lahiran, anaknya makin menolak lahir 😆

Lagipula, kenapa terburu-buru lahiran sih? Bakal jadi jarang tidur lho! 😂

Waspadai Pelemahan Otot Dasar Panggul

Seringkali kita mendapat info bahwa lebih enak lahiran normal daripada caesar, supaya bisa cepat pulang ke rumah & beraktivitas lagi. Tapi kenyataannya apakah semulus itu? Untuk aku sih… nggak 😂

Setelah persalinan normal selama 3 jam saja, aku malah terpaksa stay di RS sampai 8 hari, adalah karena gak bisa pipis spontan. Untuk aku yg hobi minum dan suka pipis, itu menyedihkan banget, huhuhu.

Kok bisa? Setelah ngobrol dg dr. Alfa di RS YPK yg merupakan obgyn sub-spesialis uroginekologi, aku ini sedang mengalami pelemahan otot dasar panggul. Faktornya apa saja memang? Yang aku alami sih adalah persalinan normal, BB anak 3 kg, dan sepertinya juga karena proses persalinan kala 2 yg lebih dari 1 jam.

Maka jadilah otot dasar panggulku melemah, yg bisa berakibat gak bisa pipis spontan seperti yg kualami, atau justru gak bisa kontrol keluarnya pipis dan/atau BAB, dan terburuknya adl turun peranakan. Jadi rasanya persis seperti sedang ISK tapi lebih parah. Pipis sudah diujung, terkumpul, tapi kamu gak mampu bukain pintunya untuk keluar. Mau disugesti seperti apapun teup gagal 😢

Solusinya adalah selama 8 hari itu aku berbuntut kateter, minumku pun dikontrol jumlah & jam konsumsinya. Kateteran gak enak bat~ bayangken aja ada selang dg ganjalan di mulut vagina yg kudu dibawa ke mana saja. Mau duduk, berdiri, tidur, serba gak nyaman. Selain itu aku jg dikasih obat untuk menguatkan kerja otot, dan alhamdulillahnya obat ini sukseisss bekerja dg bukti bahwa akhirnya di hari ke-8 aku di RS sudah bisa pipis sendiri.

Gimana cara menghindari pelemahan otot dasar panggul ini? Mudah. Senam kegel saja rupanya! Namun memang harus diakui bahwa isu pelemahan otot dasar panggul ini terabaikan olehku selama masa kehamilan, bahkan gak pernah mendengarnya sekalipun.

Untuk buibu yg mau menghindarinya, rajin-rajin senam kegel saja yes! Gimana sih cara tahunya kalo senam kegel kita sudah dipraktekin dg bener? Tes pada saat sedang pipis. Praktek menahan otot hingga memutus pipis untuk berhenti itulah senam kegel. Cukup dilakukan selama 5 hitungan saja kok, dan tentunya gak pas sedang pipis ya 😅

Selamat berlatih!

Memang Harus Mastitis Dulu

Jadi sejatinya aku sud lahiran, tanggal 24 April kemarin. Cerita menuju lahirannya sendiri menarik, tapi yg mau ditulisken dl adl cerita drama tg menyusui. Bisa dilihat dr judulnya 😂

PERHATIAN. Ini cerita panjang bat tg drama menyusui, waspadai malas baca lalu berhenti di tengah jalan 😂

Belum ada 24 jam sejak lahir, Boy (iya ini nickname-nya anak ✌️) sud diwanti-wanti sama Prof. Sofyan, DSA-nya di RS YPK Menteng kalau doi punya tounge tie (TT), tapi ditunggu dulu sj perkembangannya 1 minggu ke depan.

Tanpa tahu banyak tg resiko kepemilikan TT pd anak, ntah dari mana kudapatkan tenaga & kenekatan menyusui selama seminggu pertama dg kondisi puting ambyar & durasi ngASI anaknya yg lama ndak uwes-uwes.

Sampai akhirnya setelah seminggu, aku menanyaken status TT-nya doi jd mau diinsisi atau bagaimana karena kok nggak ada kabar lagi. Maka dipertemukanlah dg konselor laktasi YPK, dr. Diana, menurut blio TT-nya ini selayaknya diinsisi krn sud membuat putingku ambyar, tp teup kudu minta pertimbangan Prof. Sofyan lagi.

Malamnya kami bisa bertemu dg Prof, dan ternyataaa malah kata Prof TT doi ini masuk grade 4. YHA JELAS BIKIN PUTING AMBYAR YHA. GITU KOK GAK DIINSISI DARI AWAL SAJA SIK. Blio saranken ‘tuk insisi ke dr. Asti Praborini di RS Puri Cinere. Iya, jauh, banget, dari rumah kami.

Tapi sebenernya karena posisinya saat itu aku masih dirawat paska melahirken krn masih kudu pakei kateter krn belum bisa pipis spontan (ini beda cerita lagi :’) ), jadi kami putusken insisinya sama dr. Diana sajalah di YPK, demi menyusu yg lebih enak jg, sesegera mungkin.

Singkat cerita, di umur 2 minggu, Boy kontrol ke Prof, sayangnya BB lahirnya masih belum balik. Wadidaw. Setelah dicek sama Prof, menurutnya insisinya belum tuntas, masih ada selaput yg tersisa makanya ngASInya doi masih nggak jago jd yg dimimikpun nggak banyak. DAN YA JELAS EMAKNYA JUGA MASIH KESAKITEN, FYI.

Akhirnya besoknya pun kami langsung nekat ke RS Puri Cinere dan TT-nya Boy pun diinsisi kilat sama dr. Asti. Fyi blio ini dikenal sbg Nenek ASI Indonesia dan punya tim dokter konselor laktasi Praborini Lactation Team yg ada di 4 RS yaitu RS Puri Cinere, KMC, RS Permata Bekasi & Depok. Setelah diinsisi, kami diajarken kembali senam lidah (sebelumnya jg sudah diajarkan dr. Diana di YPK) dan aku diakupuntur demi ASI yg banyak (yg kurasa malah berujung menjadi mastitis).

Kecewanya, dalam seminggu berikutnya (berarti umurnya Boy adl jalan 2 minggu) ngASI masih menjadi kegiatan yg stresful buatku krn sakit dan lama dan anak yg rewel ndak uwes-uwes. Aku kecewa krn sud diinsisi 2 kali kok ya masih sj sakit.

Sampai akhirnya puting kiriku muncul milk blister yg sudah tampak seperti jerawat puting. YANG KALAU PAS DISUSUIN AMPUN DAH AH RASANYA. Atas perintah mama, aku disuruh segera ke konselor laktasi untuk minta ditangani.

Maka datanglah aku ke dr. Brigitta Godong di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, yg kebetulan dekat rumah & jadwalnya cocok hari itu. CELAKANYA, jerawatnya itu ternyata kudu dipecahken. Deeengan cara, disayat & dikeluarkan susu yg stuck dalam jaringan kulit barunya tsb.

Untuk kali ini aku mendoaken semoga buibu gak perlu ikut merasaken ya, krn sakit yg dirasa pas disayat, dikeluarkan & dibersihkan putingnya itu sampei bikin aku berantem sama mz zwm di ruang dokter 😂 Aku mah dah cuek we kalo nangis histerisku kedengeran pasien lain di luar. FYI, TRAUMA SAKITNYA NGALAHIN SAKITNYA KONTRAKSI LAHIRAN. SERIEUS.

Dan akupun pulang dg puting kiri yg berkawah…

Besoknya kami disuruh balik ke dr. Brigitta untuk diajarkan posisi menyusui yg baik & benar, yg mana sejak aku lahiran, sud ketemu 3 dokter laktasi tapi gak ada satupun yg mengajarkannya. Finally!

Ternyata, seminggu berikutnya pun penuh dg drama. Karena puting kanan ambyar, puting kiri ambyar banget, Boy ngASInya masih belum bener, dan aku butuh bantuan suami se-ti-ap ngASI untuk memposisiken Boy dalam pelukan. Anaknya agresif bat tiap mau minum, karena memang kurang ASI & ibunya pun malas-malasan ngASInya karena kesakitan. Singkat cerita, minggu itu banyak berantem dg mz zwm karena tiap proses ngASI selalu jadi penuh drama & emosional.

Hingga akhirnya aku pun mastitis… Peradangan payudara yg kayanya paling dihindari sama busui sebelum abses ya, krn memang abses adl versi parahnya mastitis & harus dioperasi.

Malam itu aku inget betul bahwa krn PD yg nyeri & bengkak maka kupompain sj terus, tapi anehnya hasil pompanya sedikiiit padahal PD berat nyeri bengkak. Muncul jg rasa nyeri ke arah ketiak dan semburat merah di sisi kanan atas PD ke arah ketiak.

Kebetulan besoknya aku sud janjian mau ke @bidan_syarifa untuk pijat laktasi, karena kupikir ini kesumbat biasa & bisa dilancarken dg pijet. Ternyata nggak, blio menolak memijat krn merah artinya mastitis & menyaranken untuk wajib segera ke RS dan rawat inap, selain itu jg Boy perlu dicek terkait BB-nya yg kurang dan lip tie-nya. Apa lagi itu lip tie? Dibahas beda cerita ya. Bidan Ipeh kasih opsi untuk inap di RS Permata Bekasi/KMC. Kami pun pilih KMC karena dekat dg rumah kakak & mz zwm.

Malamnya kami ke UGD karena Klinik Laktasi tutup jam 6 sore. Aku dirujuk sbg pasien dr. Myra Sylvina Amri, dokter bedahnya KMC, dan Boy aku memaksa minta agar menjadi pasiennya dr. Anjar Setiani.

Singkat cerita, alhamdulillah nyeriku ini masih tergolong mastitis jd tidak perlu dioperasi & cukup diberi antibiotik via infus. Boy pun ternyata lip tie-nya kudu diinsisi krn tergolong grade 3 YA AMPUN. Tounge tie-nya pun ternyata senamnya kudu tega, ditekan dg tenaga supaya gak balik lg lukanya, jd sampai sekarang tiap senam Boy pasti nangis kejer.

Juaranya KMC adalah tim laktasinya fokus banget sama pasiennya, dalam sehari aku bisa di-visit 4-5x sesuai jam ngASInya Boy. Kebetulan Boy jg sempat bingung puting krn empeng, jd diterapi skin to skin juga.

Dan karena rutin di-visit jadi mau nggak mau kudu ngASI kan ya, sakit nggak sakit, dipaksa, dicariken teknik & posisi yg senyaman mungkin untuk ibunya ngASI, alhasil drama menyusui seperti di minggu ke-3 paska lahiran kemarinpun sirnahhh. Aku bisa nemuken posisi fave which is football, dan kenekatan niatku untuk rutin ngASI dg gantian PD kanan kiri juga muncul lagi.

Mz zwm pun senang krn aku sud jd lebih mandiri ketika jam ngASI, gak kudu didampingi, diposisiken, dan jelasnya gak pakei berantem lagi. Semua ini akibat positif dr mastitis 😂

Sekarang paska 3 minggu setelah mastitis, Boy BB-nya sudah naik & sesuai KMS ALHAMDULILLAH. Terima kasih untuk tim laktasi KMC, kini isu menyusui apapun kupercayaken pada KMC! 😂♥️

Review Kelas @griyaibusehat: Prenatal Yoga

AKHIRNYA! Sempat menulis lagi setelah lahiran, ahaha. Kali ini mau review kelas persiapan persalinan lain yg sempat diikuti bersama suami ya!

Masih tetap dalam rangka menyiapkan diri sebaik mungkin saat hamil, aku juga berinisiatif mengikuti kelas prenatal yoga, dan maunya yg berpasangan dg suami, krn suamipun suka dg yoga, dan memang sebelum aku hamil kami rajin ikut yoga bersama. Setelah mencari-cari, akhirnya nemu di Sunter, yaitu Griya Ibu Sehat dg mbak Felicia sbg pengajarnya, yg mana beliau jg adl eks bidan yg sekarang menjadi seorang doula.

Awalnya dalam bayanganku prenatal yoganya itu ya akan dilakukan beramai-ramai, full beryoga seperti kelas yoga pd umumnya, hanya gerakannya sj yg berbeda. Namun ternyata di Griya Ibu Sehat ini berbeda.

Enaknya, kelasnya bisa dibilang cukup privat, pesertanya maksimal 2 pasutri. Di kedatangan pertama kami diajarkan singkat tg proses persalinan dan jenis-jenis nafas yg dibutuhkan selama hamil & persalinan plus alternatif posisi persalinan, baru kemudian diajak yoga, lalu ada simulasi mengejan saat persalinan sembari melatih nafas yg baik & benar, karena memang proses mengejan saat persalinan itu fatal jika tidak dilakukan dg baik & benar.

Setiap kelasnya bisa berlangsung hingga 2 jam, karena memang jg sambil ngobrol & istirahat jika dirasa tubuh bumilnya kelelahan. Agenda kelasnya selalu sama, doa di awal & akhir kelas dan berbicara dg janinnya, yoga, simulasi persalinan, kemudian ditutup dg yoga lagi utk relaksasi di akhir.

Yang menyenangkan dr kelas bersama mbak Felic di Griya Ibu Sehat ini adalah kita diajarkan & dipandu betul tata cara posisi dan pernafasan yg baik & benar. Memang sih, bernafas itu kegiatan sepanjang hidup, tapi ternyata untuk nafas panjang & dalam memang tidak bisa dilakukan tanpa latihan.

Untuk proses mengejan, diajarkan nafas panjang & dalam dg durasi hingga 20 hitungan. Fyi, itu nggak gampang, karena kebiasaan kita sehari-hari yg hanya bernafas pendek-pendek, maka untuk bisa melepas nafas agak lama itu ternyata susah.

Anyway, buatku mengejan tanpa ada sesuatu yg ingin dikeluarkan itu agak susah juga sih ya 😂

Belum lagi “dipaksa” senyum karena mindset-nya yg dibuat bahwa dengan mengejan itu berarti kita sedang membantu tubuh kita & bayi agar bisa segera bertemu, jadi kita wajib berbahagia.

FYI, SENYUM SAAT KONTRAKSI ITU TERNYATA JUGA NGGAK MUDAH YA, HAHAHAHAHA.

Untuk buibu yang mau tahu apa saja jenis nafas yg diajarkan mbak Felic bisa dibaca di sini ya. Untuk yg penasaran & ingin ikut kelasnya di Metro Kencana, Sunter, silakan cek IG mereka di @griyaibusehat.

Good luck!